HealthcareUpdate News

80% Anak Indonesia Kehilangan Figur Ayah: Dampaknya pada Tumbuh Kembang Anak dan Solusi yang Dibutuhkan

Sebuah penelitian terbaru dari BKKBN mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen anak di Indonesia kehilangan figur ayah, baik karena perceraian, perpisahan, atau faktor pekerjaan yang membuat ayah tidak terlibat aktif dalam pengasuhan. Data ini menjadi peringatan bagi semua pihak tentang pentingnya kehadiran ayah dalam kehidupan anak-anak.

Menurut Wihaji, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) yang juga menjabat sebagai Kepala BKKBN, figur ayah sangat penting dalam memberikan arah emosional dan psikologis bagi anak. “Anak-anak yang tidak merasakan kehadiran ayah dalam proses tumbuh kembang mereka akan kehilangan keseimbangan emosional dan sosial. Hal ini bisa berisiko pada perkembangan mental dan perilaku mereka,” jelas Wihaji.

Fenomena kehilangan figur ayah ini sangat memengaruhi kesejahteraan psikologis anak-anak. Sebuah studi yang dilakukan oleh BKKBN menyebutkan bahwa anak-anak yang tumbuh tanpa kehadiran figur ayah cenderung lebih rentan terhadap depresi, perasaan tidak aman, dan kesulitan dalam bersosialisasi dengan teman sebaya. Selain itu, mereka juga cenderung memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dan lebih sering terlibat dalam kenakalan remaja.

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Siti Aminah, menjelaskan bahwa ketidakhadiran sosok ayah bisa menciptakan kekosongan dalam pola asuh yang berdampak negatif pada perilaku anak. “Peran ayah bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai figur otoritas yang dapat menyeimbangkan pol

a asuh ibu. Kehilangan figur ayah dapat meningkatkan risiko kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan masalah sosial lainnya,” ujar Aminah.

Read More  Negara-Negara Ini Jadi Tempat Aman Jika Perang Dunia III Terjadi

Program Inovatif Atasi Kehilangan Figur Ayah

BKKBN melalui program Gerakan Ayah Teladan (GAT) telah berupaya mengatasi fenomena ini dengan mengedukasi dan melibatkan ayah dalam pengasuhan. Wihaji menyatakan, “Kami mengajak para ayah untuk tidak hanya bertanggung jawab atas urusan ekonomi, tetapi juga untuk terlibat langsung dalam kehidupan anak, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan dukungan emosional, serta mendidik anak dengan kasih sayang.”

Program ini bertujuan untuk mendorong perubahan paradigma di kalangan masyarakat bahwa peran ayah dalam keluarga jauh lebih besar dari sekadar pemberi nafkah. BKKBN juga berencana untuk meningkatkan sosialisasi dan pelatihan kepada para ayah untuk memperkuat peran mereka dalam membentuk karakter anak.

Pakar psikologi anak, Dr. Firdaus Maulana, mengungkapkan bahwa sinergi antara ibu dan ayah dalam pengasuhan anak sangat penting untuk menciptakan keseimbangan. “Setiap orang tua memiliki peran dan fungsi yang berbeda dalam membentuk karakter anak. Ketidakhadiran figur ayah mengubah dinamika keluarga yang seharusnya berjalan bersama. Ayah bukan hanya pelindung, tetapi juga pembimbing moral bagi anak-anak mereka,” jelas Dr. Firdaus.

Kesadaran Masyarakat dan Harapan ke Depan

Pentingnya meningkatkan kesadaran mengenai peran ayah dalam keluarga menjadi agenda utama dalam beberapa tahun terakhir. BKKBN berharap dengan adanya gerakan seperti GAT, akan tercipta kesadaran baru di masyarakat mengenai pentingnya peran ayah dalam pembentukan karakter anak yang seimbang dan berkualitas.

“Kami berharap melalui program ini, lebih banyak ayah yang sadar akan pentingnya peran mereka dalam pengasuhan anak. Ini bukan hanya tentang tanggung jawab finansial, tetapi juga emosi dan pendidikan yang akan membentuk generasi masa depan yang lebih baik,” tutup Wihaji.



Peran ayah dalam kehidupan anak-anak sangatlah vital. Kehilangan figur ayah bukanlah masalah yang dapat dianggap sepele, karena dampaknya langsung terhadap perkembangan fisik, emosional, dan sosial anak. Gerakan seperti GAT menjadi salah satu langkah awal yang sangat dibutuhkan untuk mengembalikan peran ayah dalam kehidupan keluarga Indonesia.

Back to top button