Hebat! Air Garam Kini Jadi Kunci Daur Ulang Emas dari Limbah Elektronik
Teknologi revolusioner berbasis air garam kini mulai digunakan secara luas untuk mengekstraksi emas dari limbah elektronik secara efisien dan ramah lingkungan.

Di berbagai pusat daur ulang dunia, tumpukan limbah elektronik kini tak lagi dianggap sebagai beban lingkungan, melainkan sumber emas berharga. Berkat teknologi terbaru yang kini mulai diterapkan secara luas, ekstraksi logam mulia dari sampah digital kini bisa dilakukan hanya dengan air garam dan arus listrik rendah, tanpa menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida atau merkuri.
Teknologi inovatif ini dikembangkan oleh tim ilmuwan dari University of Saskatchewan, Kanada, dan telah memasuki tahap komersialisasi. Prosesnya sederhana namun revolusioner: menggunakan larutan garam dapur biasa sebagai media elektrolit, emas dipisahkan dari komponen elektronik bekas secara efisien, aman, dan lebih murah dibanding metode konvensional.
“Metode ini mengubah paradigma industri daur ulang. Kami bisa mengekstraksi emas murni dari ponsel dan perangkat elektronik hanya dengan air garam dan energi listrik rendah,” ungkap Dr. Stephen Foley, peneliti utama di balik teknologi ini.
Setiap tahunnya, dunia memproduksi lebih dari 60 juta ton limbah elektronik yang sebagian besar belum diolah secara optimal. Padahal, kandungan emas dalam satu ton e-waste bisa melebihi kandungan emas dalam batu tambang. Dengan metode baru ini, konsep urban mining atau “menambang dari sampah kota” kini bukan sekadar visi, tapi kenyataan.
Di Indonesia, sejumlah startup pengelola limbah sudah mulai menjajaki penerapan teknologi ini. Salah satunya adalah GreenCycle, yang menyebut metode ini sebagai peluang emas di tengah krisis pengelolaan e-waste nasional. “Kami melihat ini sebagai solusi konkret — bukan hanya untuk lingkungan, tapi juga untuk ekonomi sirkular Indonesia,” ujar Yudhistira Wicaksana, CEO GreenCycle.
Selain ramah lingkungan, proses ini juga menekan biaya produksi dan risiko kesehatan bagi pekerja daur ulang. Pemerintah di berbagai negara mulai memberikan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi ini, sebagai bagian dari upaya transisi menuju industri berkelanjutan.
Dengan adopsi yang terus meluas, teknologi ini diyakini akan menjadi standar baru dalam pengelolaan limbah elektronik global. Emas kini tak lagi harus digali dari kedalaman bumi—melainkan dipulihkan dari perangkat yang selama ini kita buang begitu saja.