Mikroplastik Ditemukan dalam Cairan Reproduksi, Ancaman Baru bagi Kesuburan Manusia
Peneliti menemukan partikel mikroplastik dalam cairan reproduksi manusia, memicu kekhawatiran global terhadap krisis kesuburan di masa depan.

Dalam sebuah temuan yang mengejutkan dunia medis, partikel mikroplastik kini ditemukan dalam cairan reproduksi pria dan wanita, menandai babak baru ancaman krisis kesuburan global. Studi berskala internasional yang dipublikasikan pekan ini menunjukkan bahwa kontaminasi mikroplastik telah mencapai tingkat paling intim dalam tubuh manusia — termasuk air mani, cairan vagina, hingga jaringan ovarium dan testis.
“Ini bukan lagi isu lingkungan semata. Mikroplastik telah menjadi bagian dari sistem biologis kita, dan itu mengubah segalanya,” kata Dr. Sofia Mendes, ahli biologi reproduksi dari European Fertility Institute dalam konferensi pers virtual.
Peneliti mendeteksi partikel mikroplastik seperti polistirena dan polietilena dengan ukuran mikroskopis pada lebih dari 75% sampel cairan reproduksi yang diuji di berbagai negara. Temuan ini juga dikaitkan dengan penurunan kualitas sperma, gangguan pematangan sel telur, hingga peningkatan kasus infertilitas yang tak bisa dijelaskan secara medis.
Lebih dari satu dekade terakhir, laju penurunan kesuburan global terus meningkat. WHO sebelumnya memperkirakan 1 dari 6 pasangan di dunia mengalami gangguan kesuburan, dan kini mikroplastik diduga menjadi salah satu faktor pemicunya.
Masalahnya bukan hanya pada manusia. Penelitian paralel juga menunjukkan bahwa mikroplastik berdampak pada kemampuan reproduksi hewan laut dan darat. Partikel plastik ini mampu menembus sawar biologis, memicu peradangan mikro, stres oksidatif, dan mengganggu keseimbangan hormon reproduktif.
Di laboratorium riset Universitas Tokyo, ilmuwan menciptakan simulasi rahim buatan yang memperlihatkan bagaimana mikroplastik menempel pada permukaan sel telur, mengganggu proses pembuahan bahkan sebelum sperma mencapai target. Hal serupa juga diamati pada jaringan testis manusia yang menunjukkan penurunan produksi testosteron saat terpapar mikroplastik dalam konsentrasi rendah.
Para ahli kini mendorong langkah cepat dari pemerintah dan industri untuk mengendalikan paparan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Mikroplastik tidak hanya berasal dari botol air atau kemasan makanan, tetapi juga dari kosmetik, pakaian sintetis, hingga udara dalam ruangan.
Beberapa rumah sakit dan klinik kesuburan di Eropa bahkan mulai mengembangkan fertility detox program untuk pasangan yang ingin hamil, yang mencakup diet anti-mikroplastik dan terapi pembersihan logam berat. Meski belum terbukti sepenuhnya efektif, tren ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran masyarakat global.
“Jika kita tidak bertindak sekarang, generasi berikutnya mungkin akan menghadapi realitas di mana reproduksi alami menjadi semakin sulit,” ujar Dr. Mendes.
Krisis kesuburan akibat mikroplastik bisa menjadi salah satu dampak jangka panjang dari polusi plastik yang selama ini dianggap tak terlihat. Dari lautan hingga rahim manusia, plastik kini benar-benar ada di mana-mana.