Kemenyan, Dari Tradisi ke Tren Kesehatan dan Bisnis Modern
Dulu identik dengan dupa dan sesaji, kini kemenyan mulai dilirik dunia medis dan industri sebagai komoditas bernilai tinggi dengan potensi besar bagi kesehatan dan ekonomi.

Kabut pagi menyelimuti lereng-lereng Bukit Barisan di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, saat Saragi Simanjuntak (52), petani kemenyan generasi ketiga, memeriksa tetesan getah dari batang pohon Styrax benzoin yang ia rawat sejak lama. Bagi masyarakat adat di kawasan ini, kemenyan adalah kehidupan—selama ratusan tahun dipanen sebagai dupa, sesaji, atau kebutuhan adat. Tapi hari ini, fungsinya mulai bergeser.
Kemenyan mulai memasuki fase baru sebagai komoditas modern. Penelitian farmasi menunjukkan resin kemenyan mengandung senyawa boswellic acid yang berkhasiat sebagai anti-inflamasi, antimikroba, hingga mendukung terapi kanker. Dunia mulai melirik kemenyan, bukan karena aroma mistisnya, tapi karena manfaat medisnya.
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka saat kunjungan kerja di Medan pada Mei 2025 lalu juga secara khusus mendorong hilirisasi tanaman ini. “Kemenyan jangan hanya diekspor dalam bentuk mentah. Hilirisasi harus dijalankan supaya petani mendapat nilai tambah dan industri kesehatan kita bisa berkembang,” ujar Gibran kala itu.
Dorongan pemerintah tersebut mulai terasa di lapangan. Beberapa perusahaan farmasi dan kosmetik di Eropa dan Amerika kini mulai memburu ekstrak kemenyan sebagai bahan baku essential oil, suplemen herbal, hingga skincare berbasis anti-inflamasi.
Manfaat Medis
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati, menegaskan bahwa kemenyan memang menyimpan potensi kesehatan yang sudah diakui secara ilmiah.
“Boswellic acid dalam kemenyan efektif menekan peradangan kronis seperti radang sendi, asma, hingga digunakan dalam terapi tambahan untuk kanker. Dunia farmasi sudah meneliti ini sejak lama,” kata Prof. Zullies.
Penelitian dari Universitas Duisburg-Essen, Jerman, menyebutkan bahwa ekstrak boswellia ampuh membantu pasien rheumatoid arthritis dan peradangan usus. Sementara jurnal medis Planta Medica mencatat, kemenyan berpotensi sebagai imunomodulator alami yang aman.
Laporan dari Journal of Ethnopharmacology (2024) juga mencatat, senyawa dalam kemenyan memiliki potensi sebagai antibakteri alami dan antioksidan, yang kini mulai dilirik industri farmasi global.
Indonesia adalah penghasil kemenyan terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 7.000 ton per tahun. Namun, sebagian besar ekspor masih berupa bahan mentah dengan harga sekitar Rp150.000 per kilogram. Padahal, jika diolah menjadi essential oil atau bahan baku industri farmasi, nilainya bisa berlipat hingga Rp1,5 juta per kilogram.
Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor kemenyan Indonesia pada 2024 mencapai USD 15 juta. Namun, angka ini bisa meningkat signifikan jika program hilirisasi berjalan optimal.
“Bila kita kembangkan industri hilir seperti minyak atsiri, farmasi, dan kosmetik berbasis kemenyan, kita bisa menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi ketergantungan impor, dan meningkatkan pendapatan petani,” kata Syahrul Damanik, Ketua Asosiasi Petani Kemenyan Sumatera Utara.
Peluang Ekonomi yang Besar
Menurut Rina, peneliti dari Pusat Riset Hutan BRIN, menyampaikan bahwa hilirisasi kemenyan akan membuka peluang ekonomi baru bagi Indonesia. “Selama ini, kemenyan kita diekspor dalam bentuk getah mentah. Padahal, jika diolah menjadi minyak esensial, ekstrak kesehatan, atau bahan baku kosmetik, nilainya bisa meningkat lima kali lipat,” jelasnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor kemenyan Indonesia pada 2024 mencapai lebih dari 1.400 ton dengan nilai sekitar Rp300 miliar. Jika dilakukan hilirisasi, nilai ini bisa melonjak signifikan dan memberikan dampak langsung ke petani.
Di Tapanuli, saat ini terdapat lebih dari 17 ribu kepala keluarga yang menggantungkan hidup pada tanaman kemenyan. Jika hilirisasi berjalan, bukan tidak mungkin desa-desa penghasil kemenyan menjadi sentra ekonomi hijau berbasis biofarmaka.
Langkah Konkret
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Kementerian Kesehatan, Hendro Wartatmo mengatakan, pemerintah saat ini mendorong riset dan pengembangan tanaman obat, termasuk kemenyan, untuk kebutuhan industri kesehatan nasional.
“Kemenyan punya potensi menjadi bahan baku obat herbal yang mendunia. Kita butuh hilirisasi agar hasil hutan seperti ini tak berhenti di bahan baku ekspor mentah,” ujarnya.
Dengan kombinasi manfaat kesehatan, nilai ekonomi yang tinggi, serta dukungan kebijakan hilirisasi, kemenyan kini tak lagi sekadar simbol mistis. Ia bersiap menjadi bagian dari ekosistem kesehatan modern sekaligus pendorong ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Saat ini, lebih dari 20 ribu keluarga di Sumatera bergantung pada hasil kemenyan. Namun, regenerasi petani kemenyan mulai lesu karena nilai jual yang tak stabil. Dengan adanya hilirisasi, peluang ini bisa diubah menjadi sumber ekonomi berkelanjutan.
“Kami mendukung penuh program hilirisasi ini. Sudah ada beberapa pelatihan untuk membuat minyak atsiri kemenyan dan sabun herbal di desa. Ini peluang besar untuk menaikkan taraf hidup masyarakat,” ujar Damanik.
Kemenyan bisa menjadi salah satu cerita sukses hilirisasi komoditas lokal di Indonesia. Meski selama ini identik dengan aspek spiritual, kini pergeseran pemanfaatan menuju sektor kesehatan dan industri tengah berjalan. Bila berhasil, Indonesia bukan hanya akan menjadi eksportir getah mentah, tetapi juga pemain utama di industri farmasi alami global.