HealthcareUpdate News

Misteri Koma Bertahun-Tahun, Bisakah Pasien Pulih atau Berujung Kematian?

Kematian Pangeran Al-Waleed bin Khalid setelah 20 tahun koma kembali memunculkan pertanyaan tentang nasib pasien dengan gangguan kesadaran jangka panjang.

Berita meninggalnya Pangeran Al-Waleed bin Khalid Al-Saud pada 19 Juli 2025 lalu menyentak dunia. Pangeran Arab Saudi itu mengalami koma selama lebih dari dua dekade, setelah kecelakaan lalu lintas berat yang menimpanya pada tahun 2005. Selama 20 tahun, ia menjalani perawatan intensif dengan dukungan alat medis untuk mempertahankan fungsi tubuhnya. Kematian Pangeran Al-Waleed kembali membuka perbincangan tentang fenomena pasien koma berkepanjangan. Mengapa ada pasien yang bisa koma bertahun-tahun? Dan apakah pasti berujung pada kematian?

Di Indonesia, kasus pasien koma bertahun-tahun bukan hal baru. Beberapa rumah sakit rujukan nasional mencatat adanya pasien dengan gangguan kesadaran yang dirawat lebih dari satu tahun, bahkan lebih. Namun, seperti dikatakan oleh dr. Ryu Hasan, dokter spesialis bedah saraf yang juga dosen di Universitas Airlangga, kondisi koma sebenarnya memiliki spektrum yang luas. Tidak semua pasien koma mengalami kondisi yang sama. Ada yang koma karena cedera otak berat, stroke, atau serangan jantung yang membuat otak kehilangan oksigen dalam waktu lama.

Menurut dr. Ryu Hasan, pasien yang koma dalam waktu lama umumnya mengalami kerusakan otak pada area yang mengatur kesadaran, seperti batang otak dan korteks serebri. Ketika kerusakan ini terjadi, tubuh bisa tetap hidup dengan bantuan alat, tetapi kesadaran pasien tidak kembali. Inilah yang disebut sebagai “vegetative state” atau keadaan vegetatif. Dalam kondisi ini, pasien bisa membuka mata, bernapas dengan alat bantu, bahkan kadang menunjukkan gerakan refleks, tetapi tidak sadar atau tidak bisa berkomunikasi.

Read More  Cuaca Ekstrem Melanda: Ini Cara Menjaga Kesehatan Tubuh agar Tak Gampang Sakit

Kondisi seperti itu bisa bertahan lama karena teknologi medis saat ini mampu mempertahankan fungsi tubuh meski otak mengalami kerusakan berat. Dr. Wawan Mulyawan, spesialis bedah saraf dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, menjelaskan bahwa selama jantung masih berdetak dan organ vital lainnya bekerja, pasien bisa hidup dengan bantuan medis. Namun, semakin lama koma berlangsung, semakin besar risiko komplikasi seperti infeksi, gagal ginjal, atau gangguan pernapasan yang bisa mempercepat kematian.

Dikutip dari penjelasan Prof. Dr. Eka J. Wahjoepramono, dokter spesialis bedah saraf dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, peluang pasien untuk bangun dari koma yang berlangsung lebih dari satu tahun sangat kecil. Dalam dunia medis, koma lebih dari satu tahun sering dianggap sebagai kondisi irreversible, atau tidak bisa pulih secara sempurna. Namun, dunia medis juga mengenal kasus langka di mana pasien tiba-tiba sadar setelah bertahun-tahun, meski peluangnya sangat tipis.

Kasus seperti Pangeran Al-Waleed bin Khalid Al-Saud membuat publik bertanya, apakah mempertahankan hidup pasien dalam kondisi koma selama puluhan tahun adalah keputusan yang tepat? Di banyak negara, termasuk Indonesia, keputusan ini sangat tergantung pada keluarga pasien. Faktor budaya, agama, dan etika medis menjadi pertimbangan utama. Dalam Islam, menjaga nyawa adalah kewajiban, namun dalam praktiknya perawatan suportif yang terlalu lama sering menjadi dilema.

Fenomena pasien koma berkepanjangan juga membawa dampak psikologis dan ekonomi yang besar bagi keluarga. Biaya perawatan intensif bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Di Indonesia, beberapa rumah sakit menyediakan perawatan untuk pasien vegetatif state, namun layanan ini belum merata dan sebagian besar ditanggung mandiri oleh keluarga pasien.

Seiring dengan kemajuan teknologi kesehatan, kasus koma yang bertahan lama mungkin akan terus terjadi. Namun, dunia medis masih mencari cara agar pasien dengan gangguan kesadaran bisa mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, atau setidaknya mengurangi risiko komplikasi yang bisa memperburuk kondisi. Salah satu upaya yang kini mulai dikembangkan adalah stimulasi otak dengan teknologi neurostimulasi, meski belum terbukti efektif untuk semua pasien.

Read More  QRIS Resmi Berlaku di Jepang, Transaksi WNI Kini Lebih Mudah

Di masa depan, penanganan pasien koma mungkin akan semakin kompleks, tidak hanya menyangkut aspek medis tetapi juga hukum, etika, dan psikososial. Kematian Pangeran Al-Waleed bin Khalid Al-Saud menjadi pengingat bahwa hidup dalam kondisi koma berkepanjangan adalah tantangan besar, baik bagi pasien, keluarga, maupun tenaga medis. Indonesia sebagai negara dengan populasi besar perlu mempersiapkan sistem kesehatan yang mampu menangani pasien dengan gangguan kesadaran secara manusiawi dan profesional.

Back to top button