Kasus TBC di Jakarta Utara Tembus 5.942, DKI Catat 21 Ribu Pasien
Jakarta Utara mencatat 5.942 kasus tuberkulosis dalam setahun, sementara DKI Jakarta secara keseluruhan menemukan lebih dari 21 ribu pasien hingga pertengahan 2025.
uberkulosis atau TBC masih menjadi tantangan besar di ibu kota. Di Jakarta Utara, tercatat 5.942 kasus dalam setahun terakhir. Angka resmi Dinas Kesehatan bahkan menunjukkan jumlahnya lebih tinggi, yakni 11.323 kasus pada 2024, dan sebanyak 3.636 kasus hingga pertengahan 2025. Dari jumlah tersebut, sekitar separuh pasien dinyatakan sembuh setelah menjalani pengobatan.
Jika diperluas ke seluruh wilayah DKI Jakarta, jumlah penderita TBC mencapai 21.667 kasus pada Januari hingga Mei 2025. Meski angka ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 27.396 kasus, para ahli kesehatan menegaskan penurunan ini belum boleh membuat masyarakat lengah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Dinas Kesehatan terus memperkuat strategi penanggulangan TBC. Salah satu langkah yang dijalankan adalah pembentukan Kampung Siaga TBC di berbagai wilayah. Program ini mengajak masyarakat untuk lebih aktif melakukan deteksi dini, mengenali gejala, dan mendampingi pasien agar menuntaskan pengobatan. Hingga pertengahan 2025, Jakarta sudah memiliki lebih dari 270 RW yang ditetapkan sebagai Kampung Siaga, dengan 33 di antaranya berada di Jakarta Utara.
Selain itu, edukasi gencar dilakukan di sekolah dasar. Pemerintah menggandeng 100 sekolah untuk menyosialisasikan pentingnya mengenali gejala penyakit menular, termasuk TBC. Cara ini diharapkan bisa membangun kesadaran sejak dini, sehingga anak-anak maupun keluarga lebih peka bila ada gejala di lingkungan sekitar.
Dinas Kesehatan juga mengingatkan warga untuk segera memeriksakan diri bila mengalami batuk lebih dari dua minggu, demam yang tidak kunjung reda, berkeringat di malam hari, atau penurunan berat badan tanpa sebab jelas. Gejala tersebut sering kali diabaikan karena disangka hanya penyakit ringan. Padahal, penanganan TBC membutuhkan pengobatan intensif yang harus dijalani hingga tuntas.
Meski masih ada stigma bahwa TBC adalah penyakit memalukan, tenaga kesehatan menekankan pentingnya dukungan masyarakat bagi pasien. Tanpa dukungan, banyak pasien berhenti di tengah jalan, sehingga berisiko menularkan penyakit lebih luas dan bahkan menimbulkan bakteri yang resisten obat.
Kasus di Jakarta menjadi cermin bahwa TBC masih jauh dari kata selesai. Meski angka penularan menurun, kewaspadaan, disiplin pengobatan, dan keterlibatan masyarakat tetap menjadi kunci utama agar target eliminasi TBC pada 2030 bisa tercapai.





