Anak Picky Eater: Mengapa Pilih-Pilih Makanan, Bisa Berbahaya bagi Kesehatan
Fenomena picky eater atau anak yang pilih-pilih makanan tengah ramai dibahas karena berisiko menyebabkan kekurangan gizi dan penurunan berat badan bila tidak ditangani dengan tepat.
Belakangan ini istilah picky eater semakin ramai diperbincangkan, terutama di kalangan orang tua muda. Picky eater merujuk pada kondisi ketika anak hanya mau makan jenis makanan tertentu dan menolak makanan lain, bahkan yang sebenarnya bergizi. Kondisi ini bukan sekadar drama makan sehari-hari, melainkan dapat berdampak serius terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak jika berlangsung dalam jangka waktu lama.
Anak yang pilih-pilih makanan berisiko mengalami penurunan berat badan karena asupan gizi yang tidak tercukupi. Beberapa penelitian menyebutkan picky eater cenderung kekurangan zat penting seperti protein, zat besi, vitamin, dan mineral. Hal ini bisa mengganggu pertumbuhan, menurunkan daya tahan tubuh, bahkan berpotensi menimbulkan masalah kesehatan di masa depan.
Fenomena picky eater biasanya muncul pada masa balita hingga usia sekolah. Faktor penyebabnya bisa beragam, mulai dari kebiasaan orang tua yang tidak mengenalkan variasi makanan sejak dini, hingga faktor psikologis seperti rasa takut pada makanan baru atau pengalaman tidak menyenangkan saat makan.
Para ahli gizi menyarankan agar orang tua tidak langsung panik ketika menghadapi anak picky eater. Upaya yang bisa dilakukan antara lain memperkenalkan makanan baru secara bertahap, membuat tampilan makanan lebih menarik, serta memberi contoh dengan ikut menyantap makanan sehat di depan anak. Konsistensi dan kesabaran orang tua menjadi kunci agar anak mau mencoba berbagai jenis makanan.
Jika kondisi picky eater berlangsung lama dan berdampak signifikan pada kesehatan anak, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter anak atau ahli gizi. Penanganan yang tepat dapat membantu mengembalikan pola makan anak menjadi lebih seimbang sehingga tumbuh kembangnya tetap optimal.
Fenomena picky eater ini menjadi pengingat bahwa pola makan anak tidak boleh dianggap sepele. Semakin cepat orang tua mengenali tanda-tandanya, semakin besar pula peluang untuk mengatasinya sebelum berdampak pada kesehatan jangka panjang.





