Bandung dan Medan Masuk 20 Besar Kota Termacet Dunia, Jakarta Turun ke Peringkat 90
Kemacetan di kota-kota besar dunia diprediksi akan memburuk pada 2030 jika tidak diimbangi dengan inovasi transportasi dan kebijakan mobilitas cerdas.

Laporan TomTom Traffic Index 2024 kembali menyoroti tantangan serius yang dihadapi kota-kota besar di dunia: kemacetan lalu lintas yang makin memburuk. Dua kota di Indonesia—Bandung dan Medan—kini masuk dalam daftar 20 besar kota termacet di dunia. Bandung berada di posisi ke-12, sementara Medan di peringkat ke-15, menunjukkan bahwa kemacetan bukan hanya menjadi masalah kota megapolitan seperti Jakarta.
Meskipun Jakarta sempat menjadi ikon kemacetan nasional, kota ini justru mengalami penurunan signifikan dalam peringkat global, dari posisi ke-30 pada tahun sebelumnya ke urutan ke-90. Waktu tempuh rata-rata di Jakarta masih tergolong tinggi, mencapai 25 menit 31 detik untuk perjalanan sejauh 10 kilometer.
Sementara itu, Barranquilla di Kolombia dinobatkan sebagai kota termacet di dunia dengan waktu tempuh rata-rata 36 menit 6 detik per 10 km. India menjadi negara dengan representasi terbanyak di lima besar, yaitu Kolkata, Bengaluru, dan Pune. Kota-kota lain yang masuk peringkat atas termasuk London, Kyoto, Lima, dan Dublin, mencerminkan bahwa kemacetan adalah tantangan global, tak terbatas pada negara berkembang.
Menurut Rakhmad Hidayatulloh Permana, analis transportasi dari TomTom Indonesia, penurunan peringkat Jakarta tidak serta-merta berarti lalu lintasnya jauh membaik. Sebaliknya, hal ini lebih mencerminkan lonjakan kemacetan yang signifikan di kota-kota lain. Namun, ia menegaskan bahwa perbaikan infrastruktur, digitalisasi sistem lalu lintas, dan peningkatan angkutan umum di Jakarta telah mulai menunjukkan dampak positif. “Jika tidak ada intervensi serius, kota-kota besar di Asia akan menghadapi krisis mobilitas pada 2030. Urbanisasi cepat, pertumbuhan kendaraan pribadi, dan minimnya integrasi transportasi publik menjadi kombinasi yang berbahaya,” ungkapnya.
TomTom Traffic Index mengukur kemacetan berdasarkan waktu tempuh aktual untuk perjalanan sejauh 10 kilometer di lebih dari 500 kota di seluruh dunia. Data dikumpulkan dari perangkat navigasi TomTom dan mitra aplikasi, meliputi lebih dari 737 miliar kilometer perjalanan setiap tahun. Sistem pengukuran ini membandingkan waktu tempuh di kondisi normal dengan kondisi saat lalu lintas padat, sehingga menghasilkan gambaran real-time seberapa besar kemacetan memengaruhi mobilitas.
Laporan dari McKinsey dan INRIX memperkirakan bahwa tanpa strategi mobilitas berkelanjutan, waktu tempuh harian di kota-kota besar bisa meningkat hingga 20 persen pada akhir dekade ini. Kota-kota yang tidak siap menghadapi disrupsi transportasi akan kesulitan menjaga produktivitas, kesehatan publik, dan daya saing ekonomi. Solusi seperti pengaturan lalu lintas berbasis AI, pengembangan moda transportasi massal, dan pembatasan kendaraan pribadi sudah mulai diterapkan di berbagai kota dunia seperti London dan Munich. Indonesia perlu belajar dari pendekatan tersebut jika tak ingin kota-kotanya terjebak dalam krisis kemacetan yang akut.
Kemacetan kini bukan sekadar soal waktu tempuh, tetapi soal kualitas hidup. Kota-kota yang gagal beradaptasi akan tertinggal, sementara yang berani bertransformasi akan menjadi pionir mobilitas masa depan. Pertanyaannya: apakah Bandung dan Medan siap berubah sebelum terlambat?
20 Kota Termacet di Dunia (2024):
- Barranquilla, Kolombia
- Kolkata, India
- Bengaluru, India
- Pune, India
- London, Inggris
- Kyoto, Jepang
- Lima, Peru
- Davao City, Filipina
- Trujillo, Peru
- Dublin, Irlandia
- Kumamoto, Jepang
- Bandung, Indonesia
- Tainan, Taiwan
- Manila, Filipina
- Medan, Indonesia
- Arequipa, Peru
- Mexico City, Meksiko
- Hyderabad, India
- Fukuoka, Jepang
- Cartagena, Kolombia