FintalkUpdate News

Banyak Anak Muda Tak Produktif, Orang Tua Menanggung Beban Finansial

Anak muda yang tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak ikut pelatihan (NEET) mulai membebani ekonomi keluarga Indonesia.

Suasana rumah tangga Wati (50) di Yogyakarta berubah sunyi saat sang putra, Dimas (22), menyatakan tidak ingin bekerja atau sekolah lagi setelah lulus SMA dua tahun silam. “Saya hanya menangis melihat tabungan menipis setiap bulan dan koki saya belum juga mandiri,” ucapnya. Kondisi seperti ini bukan lagi kasus isolasi. Sekitar 20,31% anak muda usia 15–24 tahun di Indonesia tergolong NEET (Not in Employment, Education, or Training), atau tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak mengikuti pelatihan apa pun, berdasarkan data BPS tahun 2024 news.ums.ac.id.

Fenomena ini menjadi perhatian nasional karena terjadi bersamaan dengan bonus demografi, di mana usia produktif mendominasi. Namun terlepas dari peluang itu, generasi muda yang tidak produktif bisa berubah menjadi beban ekonomi.

Menurut Prof. M. Farid Wajdi, Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta, fenomena NEET bisa menciptakan apa yang disebut “Sumber Beban Manusia (SBM)” yang berpotensi menggerus modal sosial dan ekonomi keluarga. Banyak keluarga terpaksa mengorbankan tabungan pensiun, menjual aset, bahkan berutang agar bisa menopang anggota muda mereka yang tidak mandiri secara finansial researchgate.net+12news.ums.ac.id+12jurnal.stie-aas.ac.id+12.

Saat anak muda tidak memberikan kontribusi finansial, pengeluaran rumah tangga tetap berjalan. Biaya makan, listrik, pulsa, dan hiburan tetap ditanggung orang tua tanpa tambahan pendapatan. Hal ini dapat menggerus cadangan dana keluarga sehingga perencanaan masa depan—seperti pendidikan anak lain atau dana pensiun—terganggu.

Dampak psikologis juga terasa. Ketika orang tua merasa gagal, dan anak kurang percaya diri, konflik di rumah rentan muncul. Bila kondisi ini berlangsung lama, produktivitas dan stabilitas ekonomi keluarga pun menyusut.

Read More  Pasar Kripto Tertekan di Awal Agustus, Bitcoin dan Ethereum Melemah

Salah satu penyebab angka NEET yang tinggi adalah ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan kebutuhan industri. Peluang kerja terbatasi, motivasi rendah, serta tekanan sosial turut memperparah. Pandemi juga memperburuk situasi dengan memutus alur masuk dunia kerja bagi ribuan lulusan baru.

Pemerintah telah menggunakan berbagai instrumen, seperti Balai Latihan Kerja (BLK) dan Kartu Prakerja, untuk memanggil kembali generasi muda ke jalur produktif. Namun efektivitasnya masih terbatas karena kurangnya motivasi dan akses sosial media yang justru sering mengabadikan gaya hidup instan tanpa menunjukkan kerja nyata.

Kini edukasi tentang literasi keuangan keluarga dan perencanaan karier sejak dini menjadi sangat penting. Kerjasama antara sekolah, komunitas, dan keluarga sangat menentukan agar kaum muda sadar bahwa produktivitas bukan hanya soal pekerjaan, tetapi juga soal kontribusi terhadap stabilitas ekonomi rumah tangga.

Fenomena NEET tak hanya masalah statistik, tetapi potret nyata kebutuhan pendidikan, orientasi karier, dan literasi keuangan yang lebih adaptif. Jika tidak segera diatasi, generasi muda bisa kehilangan kesempatan emas dalam bonus demografi dan malah meningkatkan ketergantungan finansial keluarga.

Back to top button