Belajar dari Tragedi Juliana Marins, Begini Cara Aman Naik Gunung agar Tetap Selamat
Tragedi yang menimpa Juliana Marins di Gunung Rinjani menjadi pengingat bahwa mendaki gunung harus diawali dengan kesiapan total, bukan sekadar semangat berpetualang.

Minggu pagi itu, kabut masih menyelimuti lereng Gunung Rinjani. Para relawan SAR bergerak pelan di jalur pendakian Sembalun, menelusuri setiap semak dan lereng curam. Setelah 15 hari pencarian, jasad Juliana Marins, pendaki asal Brasil, akhirnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Peristiwa ini mengguncang komunitas pendaki di Indonesia dan dunia—menjadi bukti nyata bahwa petualangan di alam terbuka bisa berubah menjadi tragedi dalam sekejap.
Juliana bukan pendaki pertama yang mengalami nasib nahas. Data dari Badan SAR Nasional (Basarnas) mencatat, setidaknya 25 insiden kecelakaan pendakian terjadi di Indonesia sejak awal 2024. Mulai dari pendaki tersesat, kelelahan ekstrem, hingga korban hipotermia. Sebagian besar kasus melibatkan pendaki yang kurang persiapan, baik dari segi fisik maupun perlengkapan.
Menurut Andi Kurniawan, dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi dari Universitas Airlangga, mendaki gunung bukanlah kegiatan yang bisa dianggap enteng. “Tubuh menghadapi tekanan berbeda di ketinggian, terutama dari segi suhu, oksigen, dan beban otot. Tanpa latihan yang cukup, risiko kelelahan, cedera otot, dan gangguan metabolisme meningkat tajam,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Kukuh Wibowo, pendaki senior dari organisasi pencinta alam Wanadri. Ia mengatakan, banyak pendaki pemula abai terhadap persiapan logistik dan rute. “Masih banyak yang mendaki tanpa membawa peta, GPS, atau bahkan tanpa memberitahukan rencana perjalanan ke basecamp. Padahal, hal sederhana seperti itu bisa menyelamatkan nyawa,” kata Kukuh.
Kepala Basarnas NTB, Lalu Wahyu Efendi, menyampaikan bahwa sebagian besar kasus kecelakaan di Rinjani tahun ini disebabkan oleh ketidaktahuan dan kelalaian. “Pendaki sering menganggap remeh jalur, padahal medan berubah cepat dan cuaca sangat ekstrem di atas 2.000 meter. Kami terus mengedukasi agar pendaki wajib lapor, membawa logistik cadangan, dan menggunakan jasa pemandu,” jelasnya.
Pelajaran dari kasus Juliana Marins menggambarkan pentingnya persiapan matang. Latihan fisik sebelum pendakian, pemahaman medan, serta perlengkapan dasar survival harus menjadi standar. Pendaki juga harus selalu menyiapkan rencana cadangan jika cuaca memburuk, serta membawa peralatan darurat seperti peluit, jas hujan, dan headlamp.
Mendaki gunung memang menyimpan keindahan, tetapi juga risiko besar. Ketenangan dan kemegahan puncak hanya bisa dinikmati jika kita menghormati alam dan memahami batas diri. Dengan kesiapan yang matang dan kesadaran akan keselamatan, pengalaman mendaki tak hanya akan memuaskan jiwa petualang, tapi juga menjamin kita bisa pulang dengan selamat.