Benarkah Kelas Menengah di Indonesia Terjerat Utang dan Pinjol?
Sejumlah data dan tren terbaru menunjukkan bahwa banyak warga kelas menengah kini harus menggunakan gaji untuk bayar cicilan dan mengandalkan pinjaman online demi bertahan.
Krisis keuangan mulai menyasar kelas menengah Indonesia: mereka yang dulunya dianggap cukup mapan kini mengalami tekanan berat karena beban utang dan cicilan yang menggerus penghasilan. Ekonom dari INDEF, Tauhid Ahmad, menyebut bahwa âbanyak yang dapat gaji tapi habis hanya untuk bayar utangâ â sebuah gambaran betapa rentannya kondisi finansial kelompok ini.
Salah satu indikator mencolok datang dari data Mandiri Institute: pengguna pinjaman online (pinjol) justru paling banyak berasal dari rumah tangga kelas menengah (kelas ekonomi menengah). Proporsi penggunaan pinjol di kelas menengah tercatat sekitar 0,25 % dari seluruh rumah tangga, sedangkan rumah tangga yang menuju kelas menengah (aspiring middle class) sekitar 0,21 %.
Tekanan utang juga terlihat dari pola simpanan dan kredit. Data dari Kontan mencatat bahwa pertumbuhan tabungan masyarakat untuk kelas menengah bawah tercepat mengalami perlambatan: simpanan golongan saldo di bawah Rp 100 juta hanya tumbuh 3,7 % (YoY) per Mei 2025. Sementara itu, kredit konsumsi nasional tumbuh 8,7 % mencapai Rp 2.252,4 triliun pada periode yang sama.
Dalam ranah fintech, data OJK menyebutkan pinjaman digital (termasuk BNPL / âbuy now, pay laterâ) terus tumbuh. Maret 2025 mencatat utang masyarakat melalui BNPL di perbankan mencapai Rp 22,78 triliun, naik sekitar 32,18 % dibanding tahun sebelumnya. Di sisi skala nasional, pinjol resmi berada di kisaran IDR 22,9 triliun pada awal 2025 dengan pertumbuhan sekitar 30 % YoY.
Fenomena ini makin diperparah oleh rendahnya literasi keuangan, atau minimnya pemahaman masyarakat tentang risiko utang jangka panjang dan bunga tinggi pada pinjol konsumtif. Pinjol yang semula menawarkan kemudahan kini bisa menjadi perangkap finansial, apalagi jika digunakan untuk membeli barang sekunder atau gaya hidup.
Ekonom dan pengamat menyarankan agar kelompok kelas menengah memperketat pengelolaan keuangan: menetapkan prioritas pengeluaran, menghindari pinjaman konsumtif, dan jika terpaksa mengambil kredit memilih yang produktif agar bisa menghasilkan pendapatan tambahan.





