Bunga Pinjol 0,3 Persen Ideal? AFPI Dinilai Patuh, Publik Masih Bertanya
AFPI menyebut bunga pinjaman online 0,3 persen per hari sebagai batas ideal sesuai arahan OJK, namun publik dan KPPU mulai mempertanyakan keadilannya.

Dalam konferensi pers yang digelar di kawasan SCBD, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Ronald Andi Kasim, menyatakan bahwa bunga pinjaman online sebesar 0,3 persen per hari adalah angka yang ideal dan telah disesuaikan dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kami mengikuti panduan regulator, bukan menetapkan harga sendiri. Tidak ada unsur kartel,” tegas Ronald.
Pernyataan ini muncul setelah OJK merilis Surat Edaran Nomor 19/SEOJK.06/2023 yang mengatur batas maksimum bunga pinjaman online. Untuk pendanaan konsumtif jangka pendek, bunga ditetapkan sebesar 0,3 persen per hari mulai Januari 2024, dan akan turun bertahap menjadi 0,1 persen per hari pada 2026.
Namun, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai bahwa penyeragaman bunga oleh 97 anggota AFPI berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU tengah menyelidiki dugaan praktik kartel dalam penetapan bunga pinjaman online.
Di sisi lain, masyarakat masih mempertanyakan apakah bunga 0,3 persen per hari benar-benar ideal. Jika dihitung, bunga ini setara dengan 9 persen per bulan atau 108 persen per tahun—angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan bunga kartu kredit atau kredit bank konvensional. Meski fintech lending menawarkan kemudahan akses dan kecepatan pencairan, risiko biaya tinggi tetap menjadi perhatian utama.
OJK menyebut bahwa penurunan bunga dilakukan secara bertahap untuk menjaga keberlanjutan industri. “Kalau langsung diturunkan ke 0,1 persen, industri bisa terganggu,” ujar Agusman, Anggota Dewan Komisioner OJK dalam forum di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan.
Bagi konsumen, penting untuk memahami bahwa bunga bukan satu-satunya komponen biaya. Dalam aturan OJK, manfaat ekonomi mencakup bunga, margin, biaya administrasi, komisi, fee platform, dan biaya lainnya. Transparansi dan literasi finansial menjadi kunci agar masyarakat tidak terjebak dalam skema pinjaman yang memberatkan.
Di tengah pertumbuhan pesat fintech lending, pertanyaan tentang keadilan bunga pinjaman masih menggantung. AFPI menyebut angka 0,3 persen sebagai bentuk kepatuhan. OJK menyebutnya sebagai transisi. KPPU menyebutnya sebagai potensi pelanggaran. Sementara publik, masih mencari ruang aman di antara regulasi dan realitas.