Cacingan Bisa Mematikan: Tragedi Bocah Sukabumi dan Bahaya yang Sering Diabaikan
Kematian tragis seorang bocah di Sukabumi akibat tubuhnya dipenuhi cacing gelang membuka mata publik bahwa cacingan bukan sekadar penyakit ringan.

ubuh kecil itu terbaring lemah di ruang IGD, dengan cacing hidup keluar dari hidung, mulut, dan anus. Bocah bernama Raya, 4 tahun, akhirnya meninggal dunia setelah tubuhnya dipenuhi ribuan cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Tragedi yang terjadi di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, viral di media sosial dan memicu keprihatinan nasional.
Video berdurasi sembilan menit yang diunggah akun Rumah Teduh memperlihatkan kondisi kritis Raya, yang dirawat tanpa identitas kependudukan maupun kartu BPJS. Dalam tayangan itu, terlihat jelas bagaimana cacing sepanjang 15 sentimeter ditarik dari hidungnya. Keluarga awalnya mengira Raya hanya menderita batuk atau TBC, namun hasil rontgen menunjukkan tubuhnya dipenuhi cacing.
“Saya kira itu alat dari rumah sakit,” ujar Edah, kerabat korban, yang pertama kali melaporkan kondisi Raya. “Pas dilihat, ternyata itu cacing. Banyak sekali. Saya juga dilihatin hasil scan-nya, katanya penuh cacing.”
Kematian Raya bukan kasus pertama, namun menjadi alarm keras bahwa cacingan bisa berujung fatal. Menurut Ayodhia Pitaloka, konsultan infeksi dan penyakit tropis anak, infeksi cacing gelang dalam jumlah besar bisa menyebabkan sumbatan usus, anemia berat, bahkan kematian. “Saya pernah menangani anak dengan Hb hanya 2 karena cacingan. Itu sangat berbahaya,” ujarnya dalam sebuah acara seminar Kemenkes.
Cacing gelang hidup di usus dan menyerap nutrisi dari tubuh inangnya. Dalam jumlah besar, mereka bisa menyebabkan perdarahan internal, malnutrisi, dan komplikasi sistemik. Anak-anak paling rentan karena sistem imun mereka belum sempurna dan kebiasaan bermain di tanah meningkatkan risiko infeksi.
Kondisi keluarga Raya yang hidup dalam keterbatasan turut memperparah situasi. Tanpa akses layanan kesehatan, tanpa BPJS, dan minim edukasi pola hidup bersih, infeksi cacing berkembang tanpa terdeteksi. Bahkan, menurut PLT Camat Kabandungan, keluarga Raya memiliki riwayat gangguan mental dan tidak tercatat dalam sistem administrasi desa.
Tragedi ini membuka luka sosial yang dalam: bahwa penyakit tropis seperti cacingan masih menjadi ancaman nyata di Indonesia, terutama bagi anak-anak dari keluarga miskin dan terpinggirkan. Edukasi tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS), pemeriksaan feses berkala, serta pemberian obat cacing rutin harus menjadi prioritas nasional.
Pemerintah melalui program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) telah menggalakkan pemberian obat cacing dua kali setahun bagi anak usia sekolah. Namun kasus Raya menunjukkan bahwa intervensi belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Tanpa identitas resmi, anak-anak seperti Raya terlewat dari sistem perlindungan kesehatan.
Keselamatan anak bukan hanya soal medis, tapi juga soal keadilan sosial. Cacingan bukan penyakit sepele. Ia bisa membunuh secara perlahan, diam-diam, dan menyakitkan. Tragedi Raya harus menjadi titik balik: bahwa nyawa anak-anak Indonesia terlalu berharga untuk dikorbankan oleh kelalaian sistem dan minimnya edukasi.