TechnoUpdate News

Chief AI Officer Jadi Tren Baru, namun Indonesia Masih Tertinggal

Sebuah studi global IBM Institute for Business Value (IBV) mengungkap Asia Pasifik berada di garis depan penunjukan Chief AI Officer (CAIO), namun Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain.

Laporan terbaru IBM Institute for Business Value (IBV) menyoroti tren global baru di mana perusahaan mulai menunjuk Chief AI Officer (CAIO) untuk memperkuat strategi kecerdasan buatan (AI) mereka. Asia Pasifik disebut menjadi kawasan paling progresif dalam hal ini, sementara Indonesia tercatat masih relatif tertinggal.

Menurut studi tersebut, organisasi yang memiliki CAIO mampu mencatat return on investment (ROI) 10% lebih tinggi pada investasi AI mereka. Bahkan, jika CAIO menerapkan model operasi AI terpusat atau hub-and-spoke, ROI bisa melonjak hingga 36% lebih tinggi. Namun, data menunjukkan hanya 27% organisasi di Asia Pasifik dan 26% secara global yang sudah menunjuk CAIO. Angka ini lebih rendah lagi di Indonesia yang baru mencapai 17%.

Managing Partner IBM Consulting Indonesia, Juvanus Tjandra, menilai penunjukan CAIO dapat menjadi langkah penting untuk mempercepat pengembalian investasi AI di dalam perusahaan. “CAIO dapat membantu menggerakkan perusahaan menuju hasil yang terukur dan dapat diskalakan guna mendorong penghematan biaya, serta mengidentifikasi area di mana karyawan dapat meningkatkan keterampilan mereka. AI adalah alat yang akan memberdayakan semua pemangku kepentingan untuk masa depan yang lebih efisien,” ujarnya.

Meski pengukuran hasil AI belum sepenuhnya sempurna, mayoritas CAIO di Indonesia tetap pragmatis dalam bertindak. Sebanyak 89% CAIO di Indonesia percaya organisasi mereka berisiko tertinggal tanpa pengukuran dampak AI, sementara 72% mengaku tetap memulai proyek meskipun hasilnya belum sepenuhnya dapat diukur. Dukungan eksekutif juga cukup kuat, dengan 83% CAIO di Indonesia melaporkan adanya dukungan penuh dari CEO dan jajaran C-suite.

Read More  SisBerdaya & DisBerdaya 2025: Teknologi AI Dorong UMKM Perempuan Naik Kelas

Menariknya, CAIO di Indonesia umumnya memiliki latar belakang teknis yang kuat. Sebanyak 72% berasal dari bidang data, 61% berfokus pada inovasi, dan 56% memiliki pengalaman di bidang teknologi. Namun, adopsi AI di Indonesia masih tergolong awal karena 67% perusahaan masih berada di tahap pilot dengan penerapan terbatas.

Studi ini juga mencatat bahwa meski dukungan investasi sudah ada, implementasi AI di Indonesia tetap menghadapi tantangan. Hanya 18% CAIO di Tanah Air yang menilai penerapan AI “sangat sulit”, angka yang lebih rendah dibandingkan rata-rata global. Hal ini menunjukkan peluang besar untuk percepatan transformasi digital jika strategi dan kepemimpinan yang tepat dapat dijalankan.

Hasil riset IBM IBV ini menjadi pengingat penting bahwa perusahaan di Indonesia perlu bergerak lebih cepat. Penunjukan CAIO dapat menjadi kunci untuk memperkuat daya saing bisnis sekaligus memastikan bahwa investasi AI benar-benar memberi dampak nyata pada pertumbuhan perusahaan di era ekonomi digital.

Back to top button