FintalkUpdate News

DBS Rekomendasikan Investasi Emas dan Saham Asia di Tengah Ketidakpastian Global

Harga minyak melonjak, dolar AS terus melemah, dan pasar global bergolak. Di tengah kondisi ini, DBS menyarankan investor mengalihkan fokus ke emas, saham teknologi, serta pasar Asia dan Eropa.

Ketegangan geopolitik dan tekanan fiskal global mendominasi peta investasi kuartal ketiga 2025. Lonjakan harga minyak akibat konflik Israel-Iran dan pelemahan dolar AS yang dipicu oleh erosi kepercayaan terhadap aset keuangan AS menjadi perhatian utama para investor global. Dalam laporan terbarunya, Chief Investment Officer DBS, Hou Wey Fook, menyoroti pentingnya pergeseran strategi investasi untuk menghadapi dinamika ini.

Pasar Asia dan Eropa dinilai semakin menarik karena dorongan fiskal, dividen yang kompetitif, serta valuasi saham yang saat ini sedang berada di bawah rata-rata historis. Sementara itu, sektor teknologi di Amerika Serikat tetap mendapat kepercayaan tinggi berkat kekuatan industri AI yang terus mendorong kinerja.

Hou Wey Fook menegaskan bahwa sektor-sektor seperti otomasi industri, robot humanoid, serta pertahanan dan ruang angkasa akan menjadi pemenang utama dalam tatanan dunia baru yang bergerak menuju reshoring dan kemandirian ekonomi. Keyakinan ini didukung oleh proyeksi pertumbuhan laba yang solid di kawasan Asia, khususnya Asia di luar Jepang, yang bahkan melampaui negara-negara maju.

Di sisi lain, kekhawatiran atas keberlanjutan fiskal AS meningkat tajam. Reformasi pajak besar-besaran dan lonjakan utang membuat pasar bereaksi negatif. Proyeksi defisit anggaran AS mencapai USD 1,9 triliun tahun ini, dengan total utang federal diperkirakan menembus 118 persen dari PDB pada 2035. Moody’s telah menurunkan peringkat kredit AS ke Aa1, mengakhiri simbolisme obligasi AS sebagai aset bebas risiko.

Imbal hasil obligasi 30 tahun yang menembus 5 persen mencerminkan tekanan berat terhadap fiskal AS. Kondisi ini menyebabkan pergeseran modal dari aset berbasis dolar ke instrumen lain, terutama obligasi dalam mata uang lokal Asia dan aset alternatif. Emas menjadi salah satu pilihan utama. Harga logam mulia ini diperkirakan akan menembus USD 3.765 per ons pada akhir tahun, didorong oleh pembelian besar-besaran dari bank sentral dan tren global de-dolarisasi.

Read More  Waspada Jalur Neraka: Kemacetan TB Simatupang Rugikan Miliaran Rupiah

Permintaan emas dari bank sentral pada 2024 tercatat sebesar 1.045 ton, atau 121 persen di atas rata-rata historis. Data ini menunjukkan bahwa banyak negara tengah memindahkan cadangan mereka dari aset dolar ke logam mulia demi stabilitas jangka panjang. Sementara itu, pelemahan dolar AS yang mencapai hampir 10 persen sejak awal tahun menjadi sinyal kuat bahwa status mata uang cadangan dunia mulai goyah.

Sinyal-sinyal ini memaksa investor untuk memperkuat strategi portofolio mereka. Ketimbang bergantung pada obligasi pemerintah negara maju, DBS menyarankan fokus pada obligasi korporasi berkualitas dengan durasi menengah, serta instrumen jangka pendek di pasar Asia. Strategi ini dinilai lebih tahan terhadap risiko stagflasi yang kini mulai muncul di sejumlah negara.

Hou Wey Fook menutup laporannya dengan menekankan pentingnya tetap defensif, namun tidak pasif. Investor disarankan untuk menjaga keseimbangan antara peluang dan perlindungan nilai, sembari bersiap menghadapi pergeseran besar dalam tatanan ekonomi global.

Back to top button