FintalkUpdate News

DBS: Resiliensi Ekonomi Indonesia Terjaga di Tengah Pemangkasan Suku Bunga BI

Pemangkasan suku bunga Bank Indonesia ke level 5 persen menjadi sinyal optimisme terhadap ketahanan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Keputusan Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan menjadi 5 persen pada Rapat Dewan Gubernur, Rabu (20/8), menjadi sorotan pelaku pasar. Pemangkasan sebesar 25 basis poin ini menandai penurunan kedua secara beruntun dan mencerminkan sikap akomodatif untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Sejalan dengan kebijakan ini, DBS Group Research merilis proyeksi ekonomi triwulan ketiga 2025 yang menyoroti ketahanan ekonomi Indonesia di tengah disrupsi global.

“Indikator aktivitas berfrekuensi tinggi menunjukkan pelemahan momentum pertumbuhan di paruh kedua tahun ini. Kondisi perdagangan global yang menantang membuat BI memilih untuk tetap mendukung pertumbuhan dengan kebijakan moneter akomodatif,” jelas Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao. Menurutnya, inflasi yang terkendali dan stabilitas rupiah menjadi alasan utama ruang pelonggaran kebijakan tetap terbuka.

Dari kacamata global, perekonomian Amerika Serikat masih penuh tekanan. Inflasi yang tinggi, kebijakan imigrasi yang ketat, hingga ketidakpastian politik menambah beban terhadap The Fed. DBS memproyeksikan The Fed akan memangkas suku bunga hingga 50 basis poin pada semester II 2025, diikuti penurunan tambahan tahun berikutnya.

Meski begitu, dampak tarif AS terhadap Indonesia relatif terbatas. Ekspor tekstil, furnitur, dan alas kaki memang banyak mengarah ke pasar AS, tetapi diversifikasi ekonomi domestik memberikan ketahanan ekstra. “Struktur ekonomi Indonesia yang beragam menjadi modal kuat menghadapi gejolak tarif global,” kata Radhika.

Prospek ekonomi dalam negeri juga diperkuat oleh inflasi yang terjaga di kisaran 3–4 persen, arus investasi asing langsung (FDI) yang mulai pulih, serta belanja pemerintah yang menopang konsumsi domestik. DBS memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,4 persen pada 2026, level tertinggi sejak 2018, seiring perbaikan penerimaan negara dan stabilisasi nilai tukar rupiah.

Read More  Enam Inovasi Digital Astranauts 2025 Siap Percepat Transformasi Teknologi di Indonesia

Dukungan pasar keuangan juga terlihat dari tren penurunan imbal hasil obligasi Indonesia, yang mencerminkan optimisme investor terhadap arah kebijakan moneter. Minat terhadap instrumen berimbal hasil tinggi tetap kuat, dengan permintaan terkonsentrasi pada tenor pendek hingga menengah. Di sisi ekuitas, saham-saham big caps menjadi incaran karena dinilai lebih tahan terhadap volatilitas global, meski indeks utama seperti LQ45 dan IDX30 masih bergerak terbatas.

DBS juga mencatat pergerakan USD/IDR yang menunjukkan koreksi signifikan dalam dua bulan terakhir. Tren ini mencerminkan konsolidasi pasar dan ekspektasi terhadap kebijakan moneter AS yang lebih longgar. Dalam jangka pendek, nilai tukar diproyeksikan stabil dengan potensi penguatan seiring arus modal asing yang kembali masuk.

Secara keseluruhan, DBS menilai langkah akomodatif BI membuka ruang bagi pemulihan ekonomi yang lebih kuat di paruh kedua tahun ini. Meski risiko volatilitas global dan geopolitik masih membayangi, kombinasi stabilitas domestik, arus investasi, dan kebijakan moneter yang responsif menjadikan Indonesia tetap berada di jalur positif menuju pertumbuhan berkelanjutan.

Back to top button