Depresi 8 Kali Lipat Lebih Tinggi pada Ibu Hamil dan Nifas, Kemenkes: “Jadi Ibu Tak Mudah”
Kementerian Kesehatan mengungkap hasil Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang menunjukkan ibu hamil dan nifas berisiko delapan kali lipat lebih tinggi mengalami depresi dibanding kelompok dewasa.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hasil program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang menunjukkan angka depresi pada ibu hamil dan nifas mencapai 8,5 persen, jauh di atas tingkat depresi pada kelompok dewasa yang hanya sekitar 0,8 persen. Data ini menjadi peringatan penting bahwa kesehatan mental ibu harus mendapat perhatian serius, baik selama kehamilan maupun setelah melahirkan.
Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes Imran Pambudi mengatakan, temuan ini menjadi bukti nyata bahwa menjadi ibu bukanlah hal yang mudah. Ia menegaskan bahwa tekanan emosional, perubahan hormon, dan tanggung jawab baru kerap membuat ibu rentan mengalami gangguan psikologis.
“Menjadi ibu itu tidak mudah. Banyak faktor biologis dan sosial yang berperan, sehingga dukungan dari keluarga dan lingkungan sangat penting,” ujar Imran di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Imran menjelaskan, berdasarkan hasil CKG, DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan angka masalah kesehatan jiwa tertinggi, mencapai 3,1 persen pada kelompok yang menjadi sasaran skrining. Kemenkes kini memperkuat layanan kesehatan mental dari tingkat puskesmas hingga rumah sakit, termasuk pelatihan tenaga kesehatan untuk mendeteksi dini gejala depresi pascamelahirkan.
Selain DKI Jakarta, beberapa daerah lain juga mencatat angka depresi ibu hamil dan nifas yang cukup tinggi. Berdasarkan data Kemenkes 2025, berikut lima provinsi dengan kasus depresi ibu tertinggi di Indonesia:
- DKI Jakarta – 3,1 persen
- Jawa Barat – 2,8 persen
- Jawa Timur – 2,6 persen
- Sumatera Utara – 2,4 persen
- Sulawesi Selatan – 2,1 persen
Kemenkes menilai, tingginya angka di daerah-daerah perkotaan besar disebabkan oleh tekanan ekonomi, perubahan gaya hidup, dan minimnya dukungan sosial. Sementara di daerah pedesaan, keterbatasan akses terhadap layanan psikologis dan konseling menjadi tantangan utama.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah memperkuat program edukasi tentang kesehatan mental ibu dan anak (KIA) di puskesmas dan posyandu, sekaligus mengintegrasikan layanan konseling dalam pemeriksaan kehamilan rutin. “Kesehatan mental ibu harus dijaga seperti halnya kesehatan fisik, karena berdampak langsung pada tumbuh kembang anak,” tegas Imran.
Kemenkes juga berencana memperluas jaringan layanan konseling daring dan hotline kesehatan mental ibu, agar ibu hamil dan nifas bisa mendapatkan bantuan psikologis kapan pun dibutuhkan. Program ini akan melibatkan tenaga profesional serta dukungan komunitas lokal.
Dengan temuan ini, Kemenkes mengimbau agar masyarakat menghapus stigma terhadap gangguan mental pada ibu dan lebih terbuka dalam memberikan dukungan emosional. Program edukasi, deteksi dini, dan konseling akan menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk memastikan setiap ibu dapat menjalani perannya dengan sehat dan bahagia.





