Efek Jangka Panjang Bullying: Luka Tak Terlihat yang Bisa Bertahan Seumur Hidup
Bullying bukan sekadar kenangan buruk di masa sekolah, tapi bisa meninggalkan luka psikologis dan fisik yang berdampak hingga dewasa.
Bullying sering dianggap sebagai bagian dari dinamika masa remaja, namun sejumlah penelitian menunjukkan dampaknya jauh lebih serius dan bertahan lama. Korban bullying berisiko mengalami gangguan mental, kesulitan membangun kepercayaan diri, bahkan gangguan kesehatan fisik akibat stres kronis.
Psikolog klinis sekaligus CEO Personal Growth, Ratih Ibrahim, menjelaskan bahwa efek bullying dapat memengaruhi perkembangan otak dan perilaku seseorang. âPaparan stres berulang dari tindakan bullying memicu peningkatan hormon kortisol secara terus-menerus. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengubah cara seseorang berpikir, merasa, dan bereaksi terhadap lingkungan sosialnya,â ujarnya.
Korban bullying yang tidak mendapatkan penanganan tepat cenderung lebih rentan mengalami depresi, gangguan kecemasan, insomnia, hingga kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial. Studi dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry juga menyebutkan bahwa korban perundungan di usia sekolah memiliki risiko dua kali lipat mengalami gangguan kesehatan mental saat dewasa.
Ratih menambahkan, dampak bullying tidak berhenti pada psikologis saja. âStres kronis bisa melemahkan sistem imun dan meningkatkan risiko gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, hingga tekanan darah tinggi,â katanya.
Ia menegaskan pentingnya peran keluarga dan sekolah dalam pencegahan. âAnak-anak perlu dibekali kemampuan mengenali dan menolak perilaku tidak sehat. Guru dan orang tua harus menjadi pihak pertama yang peka dan tidak menganggap remeh keluhan anak,â ujar Ratih.
Selain itu, pemerintah juga didorong memperkuat kebijakan anti-bullying di satuan pendidikan. Program pendampingan psikologis serta kampanye kesehatan mental di sekolah dinilai penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif.





