Gagal Ginjal Makin Banyak Menyerang Anak Muda, Kisah Mutya 18 Tahun Jadi Peringatan Serius
Kasus gagal ginjal kini tak hanya menyerang orang tua, tetapi juga anak muda seperti Mutya (18 tahun) yang divonis gagal ginjal stadium 5 dan harus menjalani cuci darah seumur hidupnya.
Selama ini gagal ginjal dikenal sebagai penyakit yang lekat dengan usia lanjut. Namun tren terbaru menunjukkan, anak muda pun mulai banyak yang terserang. Salah satu kasusnya dialami Mutya, seorang remaja berusia 18 tahun yang masih duduk di bangku kuliah. Mutya harus menerima kenyataan pahit ketika dokter menyatakan dirinya menderita gagal ginjal stadium 5. Kini, hidupnya bergantung pada mesin cuci darah yang harus ia jalani dua kali dalam seminggu.
Kondisi Mutya berubah drastis dalam setahun terakhir. Awalnya ia sering merasa lelah, bengkak di kaki, dan mengalami mual berulang. Ia mengira hanya kelelahan akibat aktivitas kuliah yang padat. Namun setelah pemeriksaan lebih lanjut, fungsi ginjalnya ternyata sudah turun drastis hingga di bawah 15 persen. Dokter menyebut penyebab utamanya adalah kebiasaan buruk Mutya sejak lama. Ia gemar mengonsumsi minuman manis dalam jumlah besar, jarang minum air putih, dan sering mengonsumsi obat pereda nyeri tanpa pengawasan medis ketika merasa pusing atau pegal. Kebiasaan itu, tanpa disadari, perlahan merusak organ ginjalnya.
Gagal ginjal stadium 5 yang dialami Mutya menjadi peringatan serius bagi generasi muda. Apalagi data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa jumlah pasien gagal ginjal di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Fenomena ini tidak lepas dari pola hidup modern yang serba instan, dengan konsumsi makanan cepat saji, minuman tinggi gula, serta gaya hidup kurang bergerak. Dokter menegaskan bahwa hipertensi dan diabetes yang kini mulai banyak ditemukan pada usia muda juga ikut memperbesar risiko gagal ginjal.
Meski begitu, para ahli kesehatan mengingatkan bahwa gagal ginjal sebenarnya bisa dicegah. Kebiasaan sederhana seperti minum air putih cukup setiap hari, mengurangi minuman bersoda dan manis, serta tidak sembarangan mengonsumsi obat atau jamu tanpa resep sudah cukup membantu menjaga kesehatan ginjal. Aktivitas fisik yang teratur, menjaga berat badan ideal, serta pemeriksaan kesehatan rutin sejak usia muda juga penting untuk mendeteksi dini adanya masalah pada ginjal.
Kini, Mutya harus beradaptasi dengan kehidupannya yang baru. Setiap kali menjalani cuci darah, ia harus menghabiskan waktu berjam-jam di rumah sakit. Aktivitasnya sebagai mahasiswa menjadi terbatas, bahkan ia kerap merasa minder karena tidak bisa beraktivitas seperti teman-temannya. Meski begitu, Mutya berusaha tetap semangat. Ia berharap kisahnya bisa menjadi pelajaran bagi anak muda lain untuk lebih peduli terhadap kesehatan ginjal.
Kisah Mutya sekaligus menjadi refleksi bahwa kesehatan ginjal tidak bisa disepelekan. Ginjal bekerja tanpa henti menyaring racun dari tubuh, mengatur cairan, hingga menjaga keseimbangan elektrolit. Ketika organ vital ini rusak, dampaknya bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga kualitas hidup. Biaya pengobatan yang tinggi, ketergantungan pada mesin cuci darah, hingga keterbatasan aktivitas menjadi konsekuensi yang harus dijalani seumur hidup.
Kasus gagal ginjal pada anak muda seperti Mutya menjadi pengingat nyata bahwa menjaga pola hidup sehat bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan. Generasi muda perlu menyadari bahwa gaya hidup yang mereka jalani hari ini akan menentukan kondisi kesehatan di masa depan. Dengan makan makanan bergizi, cukup minum air putih, rutin olahraga, dan bijak dalam mengonsumsi obat, ancaman gagal ginjal bisa dihindari.





