HealthcareUpdate News

Gaya Hidup Gen Z Picu Hipertensi dan Stroke di Usia Muda

Kasus hipertensi dan stroke kini tak lagi menunggu usia senja—anak muda, khususnya Gen Z, mulai terdampak karena gaya hidup digital dan minim aktivitas fisik

Di tengah derasnya arus informasi dan teknologi yang membentuk keseharian generasi Z, diam-diam gaya hidup mereka mulai membunyikan alarm kesehatan serius. Berdasarkan laporan dari detikHealth dan Radar Tegal, kasus hipertensi dan stroke kini banyak ditemukan pada usia di bawah 30 tahun. Dalam beberapa kasus ekstrem, bahkan serangan stroke bisa terjadi saat seseorang baru berusia 21 tahun.

Fenomena ini berkaitan erat dengan pola hidup yang makin sedentari, konsumsi makanan tinggi natrium, minim olahraga, serta paparan stres mental akibat tekanan akademik, pekerjaan, dan media sosial.

Menurut Dr. Praveen Gupta, Direktur Neurologi di Fortis Memorial Research Institute, lonjakan konsumsi makanan tinggi garam menjadi pemicu dominan. “Makanan tinggi garam meningkatkan tekanan darah dan merupakan faktor risiko stroke yang signifikan,” ujarnya.

Di Indonesia, kebiasaan ngemil makanan cepat saji dan minuman manis semakin lazim di kalangan muda. Apalagi dengan tren minuman kekinian yang kaya gula dan kafein, tubuh dipaksa bekerja keras mengolah kadar gula darah dan tekanan pembuluh darah dalam jangka panjang. Kombinasi ini mempercepat kerusakan kardiovaskular—sering kali tanpa gejala sampai akhirnya terjadi serangan mendadak.

Tak hanya itu, jam tidur yang tidak teratur dan pola begadang untuk streaming, kerja, atau bermain game memperburuk regulasi hormonal tubuh. Aktivitas fisik yang minim—karena terlalu lama duduk di depan layar—memicu perlambatan metabolisme, meningkatkan risiko obesitas yang berujung pada tekanan darah tinggi.

Dr. Jacub Pandelaki, SpRad (K), dalam wawancaranya di acara edukasi kesehatan, menyatakan bahwa peningkatan deteksi stroke usia muda memang turut dipengaruhi oleh kemajuan teknologi medis. Namun, ia menegaskan bahwa perubahan gaya hidup menjadi faktor terbesar. “Dulu kita lihat stroke sebagai penyakit pensiunan. Sekarang, anak usia 20-an bisa datang ke rumah sakit dengan keluhan yang dulu kita anggap mustahil,” ujarnya.

Read More  InJourney Gelar Pelatihan Hospitality House 2025, Dorong SDM Wisata Lebih Kompeten

Data dari WHO dan Kementerian Kesehatan RI juga menunjukkan tren serupa: penyakit tidak menular, termasuk hipertensi dan stroke, kini menjadi penyebab kematian nomor satu di usia produktif.

Situasi ini menjadi panggilan serius bagi masyarakat dan pemangku kebijakan untuk memperluas edukasi kesehatan yang relevan bagi generasi muda. Penguatan literasi gizi, promosi gaya hidup aktif, dan layanan deteksi dini berbasis teknologi bisa menjadi jawaban untuk menekan risiko jangka panjang yang mengintai di balik gaya hidup digital.

Back to top button