Harga Bitcoin Stabil di Atas Rp1,9 Miliar Usai The Fed Pangkas Suku Bunga
Harga Bitcoin (BTC) bergerak stabil dengan kecenderungan naik tipis setelah Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 4,25%â4,50%.
Keputusan The Fed pada Rabu (17/9) waktu AS menjadi pemangkasan pertama sejak Desember 2024, di tengah kekhawatiran melemahnya pasar tenaga kerja dan tekanan inflasi yang belum mereda. Berdasarkan data CoinGecko, enam jam setelah pengumuman, Bitcoin sempat diperdagangkan mendekati US$117.000 atau sekitar Rp1,93 miliar (kurs Rp16.521 per dolar AS) sebelum terkoreksi tipis ke US$116.600. Dalam 24 jam terakhir, harga BTC tercatat stagnan namun masih mencatat kecenderungan positif sekitar 1,6%.
Ketua The Fed, Jerome Powell, menegaskan bahwa pemangkasan ini dilakukan sebagai langkah âmanajemen risikoâ akibat tanda-tanda pelemahan ekonomi, termasuk revisi ke bawah sebanyak 900.000 lapangan kerja dalam setahun terakhir. Powell juga membuka peluang pemangkasan lanjutan bila data ekonomi terus melemah.
Meski reaksi pasar kripto masih terbatas, sejumlah analis menilai kebijakan moneter yang lebih longgar berpotensi mendorong penguatan Bitcoin hingga akhir tahun. Sentimen positif juga datang dari meningkatnya permintaan produk investasi seperti obligasi perusahaan dan ETF Bitcoin. ETF Bitcoin spot di AS bahkan mencatat arus masuk bersih 20.685 BTC pekan lalu, tertinggi sejak Juli 2025, sehingga total kepemilikan ETF naik menjadi 1,32 juta BTC. Hal ini menunjukkan dukungan institusional terhadap aset kripto semakin menguat.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menyebut stabilitas harga Bitcoin pasca keputusan The Fed menunjukkan pasar sudah mengantisipasi langkah tersebut. Menurutnya, fokus investor kini beralih ke arah kebijakan selanjutnya. âPemangkasan ini memang tidak memberi lonjakan harga instan karena sudah diperhitungkan pasar. Namun, jika The Fed kembali menurunkan suku bunga pada pertemuan berikutnya, likuiditas global akan meningkat dan berpotensi mendorong Bitcoin menembus resistance baru di kisaran US$120.000 atau Rp1,98 miliar,â ujarnya.
Namun, sejarah pergerakan Bitcoin menunjukkan pemangkasan suku bunga tidak selalu berujung pada reli. Pada 18 Desember 2024, saat The Fed memangkas suku bunga terakhir kali, harga BTC sempat berada di sekitar US$106.000 sebelum anjlok 30% dalam beberapa minggu. Kini, dengan BTC bertahan di atas US$117.000, pelaku pasar tetap berhati-hati terhadap potensi pola serupa.
Fyqieh menambahkan, tren arus masuk ke ETF Bitcoin spot bisa menjadi faktor penentu dalam jangka menengah. âMinat institusi lewat ETF membuktikan Bitcoin semakin dilihat sebagai aset lindung nilai terhadap pelemahan dolar dan inflasi. Selama sentimen makro tetap dovish, ruang kenaikan BTC masih terbuka lebar,â jelasnya.
The Fed sendiri memproyeksikan suku bunga dapat turun ke 3,6% pada akhir 2025, dengan kemungkinan dua kali pemangkasan tambahan dalam beberapa bulan ke depan. Jika proyeksi ini terwujud, aset berisiko termasuk kripto diperkirakan akan mendapat dorongan positif. Meski begitu, ketidakpastian geopolitik dan dinamika politik domestik di AS masih menjadi faktor yang perlu dicermati investor. Dalam situasi ini, Bitcoin dipandang memiliki peran ganda: sebagai aset spekulatif dengan potensi pertumbuhan sekaligus instrumen lindung nilai terhadap risiko makroekonomi.





