HealthcareUpdate News

Hati-hati, Konten Anxiety Bisa Bikin Otak Terjebak dalam Mode Cemas

Terlalu sering melihat konten bertema anxiety di media sosial bisa membuat otak terus berada dalam mode cemas tanpa disadari.

Fenomena “konten anxiety” kini ramai di media sosial, terutama di kalangan Gen Z. Di balik niat baik untuk berbagi pengalaman kesehatan mental, paparan berulang terhadap konten bertema kecemasan justru bisa membuat otak terus berada dalam mode siaga atau mode cemas permanen.

Anxiety, atau gangguan kecemasan, adalah kondisi ketika seseorang merasa takut, khawatir, atau tegang secara berlebihan terhadap situasi tertentu—bahkan tanpa alasan yang jelas. Gejalanya bisa berupa jantung berdebar, sulit tidur, keringat dingin, hingga munculnya pikiran negatif terus-menerus.

Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Astri Mumpuni, menjelaskan bahwa paparan konten bertema kecemasan yang terlalu sering dapat memicu kerja berlebihan pada sistem saraf otak, terutama bagian amigdala yang berfungsi mendeteksi ancaman.

“Saat kita terus-menerus melihat atau mendengar hal-hal yang menimbulkan rasa cemas, otak menganggap dunia sekitar berbahaya. Ini membuat tubuh tetap waspada dan sulit rileks,” kata Astri

Menurut Astri, fenomena ini mirip dengan “penularan emosi digital”—di mana emosi seseorang bisa menular melalui konten yang ia konsumsi.

“Kalau setiap hari melihat orang lain curhat soal panik atau overthinking, tanpa sadar kita ikut menyerap energi cemas itu,” tambahnya.

Data dari American Psychological Association (APA) menunjukkan, Generasi Z adalah kelompok usia yang paling rentan mengalami kecemasan tinggi. Tekanan sosial, ekonomi, serta paparan media sosial yang intens memperkuat rasa takut gagal dan membandingkan diri.

Untuk mencegah otak terus terjebak dalam mode cemas, Astri menyarankan agar pengguna media sosial:

  • Membatasi waktu menonton konten seputar kesehatan mental, terutama yang bersifat emosional.
  • Menyeimbangkan dengan konten positif seperti motivasi, olahraga, atau hobi yang menyenangkan.
  • Beristirahat dari layar (digital detox) secara berkala agar pikiran bisa tenang.

“Kesehatan mental itu tentang keseimbangan. Tidak salah membicarakan anxiety, tapi kita juga perlu ruang untuk menenangkan pikiran dan fokus pada hal-hal yang membangun,” ujar Astri.

Dengan kesadaran digital dan batas konsumsi konten yang sehat, Gen Z bisa tetap peduli pada isu kesehatan mental tanpa harus terjebak dalam kecemasan yang berulang.

Back to top button