Heboh Kandungan Etanol dalam BBM, SPBU Swasta Tolak Pasokan Pertamina, Benarkah di Luar Negeri Sampai 100 Persen?
Kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) kembali jadi sorotan setelah sejumlah SPBU swasta menolak pasokan BBM Pertamina yang dinilai mengandung etanol, memunculkan perdebatan soal keamanan bagi mesin kendaraan.
Rencana pemerintah memperluas penggunaan bioetanol sebagai campuran bahan bakar menjadi bagian dari strategi transisi energi menuju sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Namun, langkah ini menimbulkan kekhawatiran sebagian pihak, terutama pelaku SPBU non-Pertamina, yang menganggap campuran etanol bisa memengaruhi performa kendaraan lama.
Etanol merupakan senyawa alkohol hasil fermentasi bahan nabati seperti tebu, singkong, dan jagung. Dalam industri otomotif, etanol berfungsi meningkatkan angka oktan bahan bakar sehingga pembakaran lebih sempurna dan emisi gas buang berkurang.
Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Tri Yuswidjajanto Zaenuri, menjelaskan bahwa penggunaan etanol murni atau E100 bukan hal baru, tetapi hanya diterapkan di negara tertentu yang memiliki kendaraan khusus.
âEtanol murni digunakan di Brasil untuk mobil flex-fuel, yang memang dirancang bisa menggunakan campuran etanol hingga 100 persen. Tapi untuk kendaraan konvensional, umumnya hanya bisa menggunakan E5 hingga E10,â ujar Tri saat dihubungi, Rabu (9/10/2025).
Tri menegaskan, campuran etanol pada kadar rendah justru dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Namun, jika kadar terlalu tinggi, terutama di kendaraan lama yang belum didesain untuk bahan bakar campuran, risiko korosi pada tangki dan saluran bahan bakar bisa meningkat.
Pemerintah memastikan bahwa penggunaan etanol dalam BBM nasional masih jauh di bawah ambang batas berisiko. Dwi Anggia, Juru Bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan bahwa kandungan etanol yang digunakan masih aman untuk semua jenis kendaraan.
âBBM Pertamina dengan campuran bioetanol sudah melalui uji mutu dan bersertifikat. Kandungannya hanya sekitar 2 hingga 5 persen, bukan etanol murni. Campuran ini justru membantu pembakaran lebih sempurna dan menurunkan emisi karbon,â kata Dwi Anggia dalam keterangan resmi di Jakarta.
Selain aspek teknis, penggunaan bioetanol juga berperan penting dalam mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak mentah dan memperkuat ketahanan energi nasional. Program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah mencapai target net zero emission pada 2060.
Pakar energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Tumiran, menilai kebijakan ini adalah langkah positif jika diterapkan secara bertahap. âNegara-negara maju sudah lama memakai etanol sebagai bagian dari bauran energi. Kuncinya bukan di teknologinya saja, tapi di edukasi publik agar masyarakat memahami bahwa ini bukan pengganti bensin murni, melainkan campuran yang aman dan lebih ramah lingkungan,â ujarnya.
Dengan kadar etanol yang masih rendah dan teknologi mesin kendaraan yang semakin adaptif, penggunaan BBM beretanol di Indonesia dinilai aman. Tantangan terbesar kini justru pada kesiapan industri dan konsistensi komunikasi publik, agar masyarakat memahami bahwa bahan bakar ramah lingkungan bukan ancaman, melainkan masa depan energi yang berkelanjutan.





