Kecanduan Ponsel pada Anak Kian Mengkhawatirkan, Ini Saran Psikolog untuk Orang Tua
Semakin banyak anak Indonesia kecanduan ponsel, para ahli psikologi kesehatan mendorong orang tua bertindak sebelum gangguan mental dan tumbuh kembang terjadi.

Kecanduan ponsel pada anak-anak kini bukan sekadar tren — ini sudah menjadi alarm nasional. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut lebih dari 71% anak usia sekolah memiliki gadget dan menggunakannya setiap hari dalam waktu yang lama . Terlebih di rumah, kecenderungan anak-anak terpaku pada layar semakin tinggi.
Menurut psikolog anak dan keluarga dari Lembaga Psikolog Terapan Universitas Indonesia, Irma Gustiana Andriani, risiko kecanduan gadget sudah nyata terlihat. “Anak yang terus-menerus terpaku dengan ponsel rentan mengalami kecemasan, depresi awal, perasaan tidak berdaya, bahkan gangguan perilaku narsistik,” ujarnya.
Hasil studi di Surabaya juga mengungkap bahwa anak usia 1–6 tahun yang terlalu sering bermain gadget berpotensi mengalami keterlambatan bicara, IQ lebih rendah, hingga stunting karena pola makan tak teratur dan aktivitas fisik minim . Gangguan tidur dan tantrum ketika gadget ditarik merupakan indikasi awal adiksi yang perlu ditanggapi serius
Psikolog menekankan, orang tua harus menjadi pelindung pertama bagi anak dalam penggunaan teknologi. Menurut jurnal dari Universitas Negeri Padang, pencegahan efektif bisa dilakukan dengan membatasi durasi layar, memilih aplikasi yang sesuai usia, serta memberi contoh penggunaan gagdet yang sehat. Praktik monitoring bersama, seperti zona bebas gadget di rumah dan pengaturan waktu penggunaan, terbukti efektif diterapkan di banyak keluarga.
Selain itu, LPT UI menyampaikan pentingnya psikoedukasi kepada orang tua agar memahami tanda-tanda awal kecanduan dan cara penanganannya. Program ini meningkatkan pengetahuan orang tua tentang strategi tepat agar gadget tetap bermanfaat—bukan merusak perkembangan anak .
Para ahli merekomendasikan agar orang tua menetapkan waktu penggunaan gadget maksimal satu hingga dua jam per hari untuk anak-anak di atas usia dua tahun. Lebih dini lagi, anak usia balita idealnya tidak terpajan langsung layar — kecuali untuk komunikasi singkat melalui video call.
Dalam era digital yang semakin meluas, orang tua memegang kendali. Menjadi panutan, membimbing anak memilih konten edukatif, dan mengajak aktivitas fisik seperti bermain di luar, bertemu teman sebaya, serta membaca buku fisik menjadi pendekatan penting untuk menumbuhkan keseimbangan.
Jika ketergantungan ini tidak dilawan sejak dini, potensi gangguan mental, keterlambatan tumbuh kembang, dan isolasi sosial akan semakin tinggi. Namun dengan edukasi, kesadaran, dan penerapan kebiasaan digital sehat dalam keluarga, krisis kesehatan mental generasi muda bisa dihindari.