FintalkUpdate News

Kejagung Ungkap Pelaku Judi Online: Dari Siswa SD hingga Tunawisma, Mengapa Bisa Begitu Marak?

Fenomena judi online di Indonesia makin memprihatinkan. Data terbaru Kejaksaan Agung menunjukkan pelakunya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari siswa SD hingga tunawisma.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap fakta mengejutkan di balik maraknya praktik judi online di Indonesia. Berdasarkan hasil penyelidikan sepanjang 2025, para pelaku tidak hanya berasal dari kalangan pekerja atau dewasa muda, tetapi juga anak-anak, pelajar, petani, bahkan tunawisma.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, menjelaskan bahwa fenomena ini menunjukkan adanya ketergantungan digital di masyarakat. “Kami menemukan kasus di mana pelaku judi daring berasal dari berbagai kelompok sosial. Ada siswa sekolah dasar yang awalnya hanya bermain game online, hingga pekerja harian yang terjebak karena tawaran hadiah cepat,” ujarnya di Jakarta.

Febrie menegaskan, penyebaran judi online kini menjadi ancaman sosial serius. Selain memicu masalah ekonomi, praktik ini juga berdampak pada stabilitas keluarga dan meningkatnya kejahatan turunan seperti pinjaman ilegal serta pencurian data pribadi.

Menurut Donny Budi Utoyo, pakar literasi digital dan anggota Komite Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), judi online memanfaatkan celah psikologis pengguna internet. “Desain platform judi dibuat untuk menciptakan rasa penasaran dan ketagihan. Mekanisme reward yang acak membuat pemain terus ingin mencoba, mirip seperti sistem pada game online,” jelasnya.

Donny menambahkan, maraknya judi online disebabkan oleh lemahnya literasi digital masyarakat dan mudahnya akses melalui media sosial. “Pemblokiran situs saja tidak cukup, karena setiap hari muncul domain baru. Yang paling penting adalah membangun kesadaran digital sejak dini—agar anak muda tahu apa yang legal dan berisiko,” katanya.

Read More  Download Film Ultra HD Kini Selesai Sebelum Sempat Berkedip

Kementerian Kominfo mencatat, sepanjang 2025 sudah ada lebih dari 2,7 juta situs judi online yang diblokir, namun situs baru terus bermunculan. Upaya penindakan juga dilakukan dengan menutup rekening pelaku serta menindak promotor judi di media sosial.

Febrie menegaskan, Kejagung akan memperluas kerja sama lintas lembaga dalam penanganan kasus ini. “Kami ingin menegakkan hukum tanpa pandang bulu, sekaligus mengedukasi masyarakat bahwa judi online bukan hiburan, melainkan pintu masuk kehancuran finansial dan keluarga,” ujarnya.

Back to top button