Ketergantungan Gen Z pada AI Memicu Tantangan Kolaborasi dan Komunikasi
Riset terbaru menunjukkan ketergantungan Gen Z pada AI meningkatkan produktivitas, namun menurunkan kemampuan berkomunikasi dan membangun kerja sama tim.

Generasi Z tumbuh bersama teknologi, menjadikan kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian tak terpisahkan dari rutinitas profesional mereka. Riset terbaru yang dilakukan TalentLMS bersama Workable mengungkap paradoks menarik: meski AI meningkatkan efisiensi kerja dan kreativitas, ketergantungan berlebihan justru melemahkan kemampuan komunikasi interpersonal dan kolaborasi tim. Dari 1.000 responden pekerja Gen Z yang disurvei, 47% mengaku lebih percaya pada rekomendasi AI daripada masukan dari atasan atau mentor, sementara 66% merasa AI membantu mereka menyelesaikan pekerjaan lebih cepat. Namun, 39% mengaku interaksi mereka dengan rekan kerja menurun drastis sejak mulai mengandalkan AI.
Temuan ini sejalan dengan analisis dari berbagai pakar yang menyebut bahwa AI, meski memudahkan pekerjaan, berpotensi menciptakan isolasi profesional. Ketika diskusi tim beralih ke instruksi berbasis teknologi, kualitas komunikasi menurun dan rasa kebersamaan dalam tim pun terkikis. Hal ini dapat memicu kesenjangan relasi profesional yang pada akhirnya memengaruhi kinerja tim secara keseluruhan.
Data dari Resume Genius juga memperkuat fenomena ini. Dalam riset yang melibatkan 1.000 pekerja muda di Amerika Serikat, 60% responden menyatakan AI membuat pekerjaan lebih mudah, tetapi 23% mengaku kesehatan mental mereka terganggu akibat tekanan bekerja dengan ekspektasi produktivitas tinggi yang dipicu teknologi ini. Studi ini menunjukkan bahwa kecepatan bukan segalanya; koneksi antar manusia tetap menjadi faktor krusial yang tak bisa sepenuhnya digantikan oleh mesin.
Dampak jangka panjangnya bisa mengubah lanskap profesional. Di satu sisi, perusahaan menikmati lonjakan produktivitas, namun di sisi lain mereka berhadapan dengan tantangan serius dalam membangun budaya kerja yang sehat dan kolaboratif. Para ahli menyarankan agar perusahaan mulai menyeimbangkan penggunaan AI dengan pelatihan soft skill seperti komunikasi efektif, empati, dan kerja sama tim. Keterampilan ini menjadi modal penting agar Gen Z tidak hanya unggul secara teknis tetapi juga mampu membangun relasi profesional yang kuat.
Fenomena ini juga membuka peluang bagi perusahaan untuk menciptakan strategi hybrid: memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan interaksi manusia. Dengan pendekatan ini, generasi muda tidak hanya menjadi pengguna teknologi yang cerdas, tetapi juga profesional yang mampu beradaptasi dan berkolaborasi secara optimal di era digital.