Klarna Menyesal Gantikan Karyawan dengan AI, Kini Rekrut Tenaga Manusia Lagi
Setelah sempat menggantikan ribuan karyawan dengan AI, perusahaan teknologi asal Swedia Klarna kini kembali merekrut tenaga manusia karena hasilnya tak sesuai harapan.
Klarna, perusahaan teknologi finansial asal Swedia, tengah menjadi sorotan global setelah secara terbuka mengakui bahwa penggunaan kecerdasan buatan (AI) secara berlebihan justru merugikan bisnis mereka. Setelah memangkas sekitar 1.200 karyawan pada 2024 dan menggantikan sebagian besar fungsi kerja dengan AI, Klarna kini kembali membuka lowongan kerja dan merekrut tenaga manusia.
CEO Klarna, Sebastian Siemiatkowski, menyebut bahwa perusahaan âkebablasanâ dalam mengejar efisiensi melalui AI. Klarna sempat mengganti 700 staf layanan pelanggan dengan chatbot AI, bahkan menciptakan avatar AI untuk dirinya sendiri guna menyampaikan laporan keuangan. Meski langkah ini berhasil memangkas waktu respons dari 11 menit menjadi hanya dua menit, hasilnya dinilai tidak sebanding dengan penurunan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan2.
âInvestor tidak hanya ingin efisiensi, mereka ingin pertumbuhan dan kualitas produk yang nyata,â ujar Siemiatkowski dalam wawancara dengan Reuters. Ia menambahkan bahwa dalam enam bulan terakhir, Klarna berusaha memperbaiki strategi dan kembali menekankan pentingnya kehadiran manusia dalam interaksi bisnis
Pengalaman Klarna menjadi pelajaran penting bahwa AI belum tentu mampu meningkatkan produktivitas perusahaan secara menyeluruh. Meski teknologi ini menawarkan kecepatan dan penghematan biaya, ia tidak selalu mampu menggantikan empati, intuisi, dan kualitas layanan yang diberikan oleh manusia. Klarna kini menargetkan mahasiswa, penduduk pedesaan, dan pengguna aktif untuk mengisi posisi customer service jarak jauh, sebagai bagian dari strategi pemulihan citra dan performa bisnis.
Fenomena ini menegaskan bahwa transformasi digital bukan sekadar soal mengganti manusia dengan mesin, melainkan soal keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan dalam bisnis. Klarna mungkin bukan satu-satunya perusahaan yang akan menyadari hal ini.





