Konflik Iran–Israel Tekan Rupiah dan Saham, Emas Jadi Pilihan Aman
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah memicu pelemahan rupiah, koreksi IHSG, dan lonjakan harga emas di Indonesia.

Lead (satu kalimat):
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah memicu pelemahan rupiah, koreksi IHSG, dan lonjakan harga emas di Indonesia.
Meta Deskripsi:
Perang Iran–Israel menimbulkan dampak nyata bagi pasar Indonesia, mulai dari pelemahan rupiah ke Rp16.303 per dolar AS, penurunan IHSG, hingga kenaikan harga emas, sementara investor disarankan memilih strategi defensif di tengah volatilitas global.
Hashtag:
#IranIsraelConflict #RupiahMelemah #IHSGTurun #HargaEmasNaik #GeopolitikGlobal #EkonomiIndonesia #InvestasiAman #TipsInvestor #PasarModal #SafeHaven
Kalau mau sekalian dibuat versi untuk media sosial atau headline bergaya breaking news, aku siap bantu lanjut! 📉📊✨
#SiapSajikanAnalisis
#SehangatBeritaHariIni
#SekuatPortofoliomu
#DariGeopolitikSampaiGold
🪙🌍💹
Saat matahari baru menanjak di langit Jakarta, lantai Bursa Efek Indonesia terlihat lebih sunyi dari biasanya. Suara gesekan kursi dan dentingan ponsel menjadi latar ketika para investor memandangi layar-layar saham yang didominasi warna merah. Sentimen global tengah bergejolak, dan pelakunya bukan dari dalam negeri—melainkan dari konflik bersenjata yang pecah ribuan kilometer jauhnya, antara Iran dan Israel.
Konflik ini pecah pada Jumat (13/6) dini hari waktu setempat, ketika kedua negara saling meluncurkan serangan udara dan rudal, memicu lonjakan harga minyak dan gelombang kekhawatiran pasar global. Indonesia tak luput dari dampaknya.
Rupiah langsung melemah 61 poin menjadi Rp16.303,5 per dolar AS—level terendah dalam dua bulan terakhir. IHSG juga terkoreksi 0,38% ke posisi 7.177,23. Di sisi lain, harga emas mencetak kenaikan 1,2% seiring derasnya arus dana ke aset lindung nilai.
“Ini bukan sekadar konflik regional,” ujar Prof. Dr. Syafruddin Karimi, Guru Besar Ekonomi dari Universitas Andalas, saat ditemui dalam forum diskusi ekonomi di Padang. “Selat Hormuz itu jalur vital yang dilewati sekitar 20% pasokan minyak dunia. Jika distribusinya terganggu, harga energi melonjak, inflasi naik, dan efeknya terasa sampai ke konsumen Indonesia.”
Kenaikan harga minyak dunia memang langsung tercermin di pasar domestik. Harga BBM nonsubsidi diprediksi akan kembali dikaji, sementara ongkos logistik dan transportasi juga dikhawatirkan terkerek. Meski fundamental ekonomi Indonesia masih cukup solid, lonjakan harga komoditas dan pelemahan rupiah bisa memberikan tekanan terhadap biaya impor dan daya beli masyarakat.
Pemerintah pun merespons. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pihaknya terus memantau perkembangan dengan cermat. “Kami belum melihat dampak langsung pada sektor riil, tapi gejolak di pasar keuangan harus dijaga agar tak meluas,” ujarnya usai rapat koordinasi stabilitas ekonomi di Istana Bogor.
Sementara itu, pelaku pasar harus kembali menyesuaikan strategi. Menurut Jessica Winata, analis senior PT Sucor Sekuritas, situasi seperti ini adalah momen penting untuk menjaga rasionalitas dan tidak mengambil keputusan gegabah.
“Volatilitas ini akan tetap tinggi selama konflik belum mereda. Investor perlu selektif. Sektor seperti logam mulia, energi, atau saham defensif seperti barang konsumen primer bisa jadi pelindung portofolio. Emas fisik maupun reksa dana emas juga mulai dilirik kembali sebagai pelabuhan aman,” jelasnya.
Di tengah ketidakpastian, pelaku pasar seperti Aldi Santoso (35), investor ritel dari Bekasi, justru melihat peluang. “Memang tekanan besar, tapi saya ambil posisi di saham tambang dan simpan sebagian di logam mulia. Yang penting jangan panik,” ujarnya.
Pasar modal Indonesia memang sudah kenyang ditempa badai. Dari pandemi hingga taper tantrum, investor domestik belajar bahwa gejolak global adalah bagian dari perjalanan. Namun yang membedakan kali ini adalah kecepatan eskalasi konflik dan sensitivitas pasar terhadap perubahan geopolitik.
Saat konflik Iran–Israel mengingatkan dunia akan rapuhnya stabilitas global, para investor di Tanah Air kembali dihadapkan pada ujian kewaspadaan. Nilai tukar bisa bangkit, indeks saham bisa pulih, tapi hanya jika ketenangan dan disiplin tetap dijaga. Dalam situasi seperti ini, sikap rasional adalah mata uang paling kuat—dan keputusan cermat adalah emas yang sesungguhnya.