Luas Ideal Rumah yang Sehat, Polemik Hunian Subsidi 18 Meter Persegi
Ukuran rumah memengaruhi kualitas hidup dan kesehatan penghuni, tetapi apakah luas 18 meter persegi memenuhi standar hunian layak?

Pemerintah tengah mengkaji regulasi baru yang memungkinkan rumah subsidi memiliki luas hanya 18 meter persegi, jauh lebih kecil dibandingkan standar sebelumnya yang berkisar 21 hingga 36 meter persegi. Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama terkait kelayakan hunian dan dampaknya terhadap kesehatan penghuni.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), luas rumah yang ideal adalah 9 meter persegi per orang. Jika satu rumah dihuni oleh empat orang, maka luas rumah yang disarankan adalah 36 meter persegi. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan luas rumah 10-12 meter persegi per orang, sehingga untuk keluarga dengan empat anggota, luas rumah yang ideal berkisar 40-48 meter persegi.
Namun, dalam rancangan kebijakan baru, rumah subsidi dengan luas 18 meter persegi disebut masih memenuhi standar hunian layak bagi keluarga kecil atau individu lajang. Sri Haryati, Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, menyatakan bahwa rumah tipe ini masih bisa dihuni oleh dua orang dewasa dan satu anak, dengan perhitungan kebutuhan ruang per jiwa sekitar 6,4 meter persegi untuk dewasa dan 4,8 meter persegi untuk anak.
Rekomendasi Pakar
Meski demikian, banyak pakar tata kota dan kesehatan masyarakat yang meragukan kelayakan hunian dengan ukuran sekecil ini. Bonny Z. Minang, anggota Satgas Percepatan Perumahan Rakyat, menilai bahwa pemerintah seharusnya tidak ikut menentukan besaran luas rumah subsidi, karena hal itu merupakan bagian dari model bisnis pengembang dan hak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memilih.
Selain aspek kenyamanan, ukuran rumah juga berpengaruh terhadap kesehatan penghuni. Rumah yang terlalu kecil dapat menyebabkan kurangnya ventilasi udara, minimnya pencahayaan alami, serta tingginya risiko penyakit akibat lingkungan yang padat. UN-Habitat, lembaga PBB yang menangani perumahan, menetapkan bahwa rumah layak huni harus memiliki luas minimal 30 meter persegi, dengan ventilasi yang baik dan akses air bersih.
Pemerintah berargumen bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi backlog perumahan nasional, yang saat ini mencapai 9,9 juta unit. Dengan ukuran yang lebih kecil, rumah subsidi dapat dibangun lebih dekat ke perkotaan, sehingga lebih mudah diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Namun, banyak pihak mengingatkan bahwa mengejar angka semata bisa jadi kontraproduktif jika mengabaikan kualitas hunian. Muhammad Syawali Pratna, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembangan dan Pemasaran Rumah Nasional (Asprumnas), menyebut bahwa rumah dengan luas 18 meter persegi lebih mirip dengan gudang atau apartemen studio, yang tidak memiliki cukup ruang untuk kehidupan keluarga.
Dengan polemik yang terus berkembang, pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan kembali standar hunian layak sebelum menerapkan kebijakan ini secara luas. Kebijakan rumah subsidi dengan luas 18 meter persegi menimbulkan kekhawatiran mengenai kenyamanan dan kesehatan penghuni dalam jangka panjang.
Perumahan yang terlalu sempit dapat berdampak pada kualitas hidup, termasuk akses udara bersih, pencahayaan, dan ruang gerak yang cukup bagi penghuni. Jika standar hunian tidak diperhatikan, ada risiko meningkatnya masalah sosial seperti lingkungan yang padat, kurangnya privasi, dan ketidaknyamanan yang berkelanjutan.
Mempertimbangkan rekomendasi dari para ahli perumahan dan kesehatan, masyarakat berharap pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada angka pembangunan, tetapi juga pada kesejahteraan dan kelayakan hidup penghuni rumah subsidi.