HealthcareUpdate News

Membaca Pikiran, Mengobati Pikun: Terobosan Global Menuju Revolusi Neurologis

Para ilmuwan di University of Southern California berhasil mengembangkan teknologi membaca pikiran manusia yang berpotensi menjadi terobosan besar dalam mengobati penyakit pikun.

Sebuah era baru tengah terbuka saat teknologi membaca pikiran manusia dan memulihkan memori tidak lagi sekadar fiksi. Terobosan ini berpijak pada riset nyata dari para ilmuwan global—yang kini mulai mengarah ke terapi Alzheimer dan demensia yang revolusioner.

Di University of Southern California (USC), Dr. Dong Song, Associate Professor dan Direktur Neural Modeling and Interface Laboratory, telah mengembangkan neuroprostetik yang mampu menstimulasi hippocampus guna memulihkan memori yang hilang. Lewat algoritma MIMO canggih, teknologi ini berhasil meningkatkan kemampuan ingat pasien hingga 37% dalam uji klinis awal, menjadikannya salah satu langkah paling nyata menuju aplikasi klinis neuroprostetik.

Riset lain dari Duke University memperlihatkan alat baru berbasis implan otak—disebut “Mindreader in text”—yang mampu menerjemahkan sinyal saraf menjadi audio kata demi kata. Dipimpin oleh Suseendrakumar Duraivel dan kolega, teknologi ini menerima hibah senilai Rp 37,5 miliar dari National Institutes of Health AS. Tujuannya adalah membantu pasien dengan gangguan neurologis untuk kembali berkomunikasi.

Tidak hanya itu, peneliti Stanford University seperti Dr. Jaimie Henderson telah menunjukkan kemampuan seseorang mengetik hanya dengan pikiran menggunakan implan di area motorik otak. Partisipan mampu mengetik sekitar delapan kata per menit—labirin neurologis yang mulai terbuka untuk dijelajahi lebih jauh.

Menghadirkan Harapan bagi Indonesia

Teknologi neuroprostetik dan pembaca pikiran ini membawa angin segar bagi pengobatan Alzheimer dan demensia di Indonesia—negara dengan jumlah pasien usia lanjut yang terus bertambah. Jika dapat diadaptasi dan diterapkan secara klinis, kualitas hidup jutaan warga bisa membaik secara drastis.

Read More  Literasi Keuangan Syariah Naik Menjadi 39% Tapi Inklusinya Masih Rendah

Meski begitu, berbagai tantangan etis dan teknis menunggu di depan—seperti isu privasi pikiran, aksesibilitas teknologi, dan regulasi ketat yang melindungi pengguna. Para ilmuwan menegaskan bahwa aplikasi praktis dari teknologi ini harus berdasar prinsip terapeutik dan tidak digunakan untuk menyusup ke ruang privat seseorang.

Seperti dikatakan Dr. Dong Song, teknologi ini tidak hanya soal “membaca” pikiran seseorang, tapi lebih pada “memulihkan” potensi memori manusia yang sempat hilang. Inilah awal dari revolusi medis yang tak lagi hanya mengobati, tapi memulihkan identitas manusia itu sendiri.

Back to top button