Negara-Negara Ini Jadi Tempat Aman Jika Perang Dunia III Terjadi
Di tengah kobaran konflik global, sejumlah negara dinilai sebagai tempat perlindungan terakhir jika Perang Dunia III benar-benar meletus.

Kini di berbagai penjuru dunia, ketegangan tak lagi hanya berupa ancaman diplomatik. Bentrokan bersenjata meletus hampir bersamaan di Timur Tengah antara Israel dan Iran, di Eropa Timur antara Rusia dan Ukraina, di Asia Selatan antara India dan Pakistan, serta di kawasan Asia Tenggara yang memanas antara Thailand dan Kamboja. Guncangan geopolitik ini tak lagi bisa dianggap sebagai konflik regional semata—dampaknya kini terasa melintasi batas negara dan benua.
Kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia III pun menghantui. Tak hanya karena kekuatan militer yang saling berhadap-hadapan, tetapi karena keterlibatan blok-blok besar dunia yang tersebar dalam aliansi ekonomi, politik, dan teknologi. Di tengah ketidakpastian ini, para pakar keamanan dan geopolitik mulai memetakan: jika dunia benar-benar terbakar oleh perang, ke mana manusia bisa berlindung?
Menurut laporan dari Global Resilience Institute yang didukung simulasi risiko skenario militer dan iklim, beberapa negara diprediksi memiliki kombinasi geografis, politik netral, dan ketahanan sumber daya yang mampu membuat mereka relatif aman dari dampak langsung maupun tidak langsung perang global.
Selandia Baru menjadi nama pertama yang hampir selalu muncul. Letaknya yang terpencil di belahan selatan dunia, jauh dari pusat kekuatan militer, menjadikannya ‘bunker alami’. Negara ini memiliki iklim stabil, sistem pertanian kuat, dan struktur sosial-politik yang cenderung damai. “Selandia Baru memiliki kapasitas untuk bertahan hidup secara mandiri dalam jangka panjang. Ia seperti zona aman dunia tanpa sengaja,” ujar Dr. Helena Strauss, peneliti geopolitik dari University of Geneva.
Islandia, negara kecil di utara Atlantik yang tidak memiliki angkatan bersenjata permanen, juga masuk dalam daftar. Dikenal karena netralitas politiknya dan sistem sosial yang resilien, Islandia diyakini tidak akan menjadi target utama konflik militer global. Infrastruktur digitalnya yang kuat namun terbatas secara militer justru menjadi kekuatan, karena menjauhkannya dari jaringan serangan strategis.
Di luar dugaan, Indonesia mulai dilirik sebagai wilayah aman potensial berkat kebijakan luar negeri bebas aktif, kekayaan sumber daya alam, dan status nonblok dalam berbagai aliansi militer besar. Keberadaan ribuan pulau juga memberi penghalang geografis alami terhadap serangan besar-besaran. “Indonesia memiliki semua elemen: wilayah luas, penduduk tersebar, kemandirian pangan yang bisa dikembangkan, dan posisi netral. Tantangannya adalah menjaga stabilitas internal dan memperkuat ketahanan sipil,” kata Prof. Arif Nugroho, analis strategis di Pusat Studi Politik Global Asia-Pasifik.
Negara lain yang termasuk dalam daftar aman versi berbagai model prediksi antara lain Swiss yang mempertahankan netralitas selama dua abad dan memiliki sistem pertahanan sipil paling mapan di dunia, Fiji karena lokasinya yang sangat terpencil dan rendah kepentingan strategis global, serta kawasan Patagonia di selatan Argentina dan Chile yang memiliki bentang alam terlindung dan jauh dari pusat kekuatan militer.
Meski begitu, para ahli menegaskan bahwa tidak ada negara yang benar-benar kebal. Risiko radiasi, krisis pangan global, dan runtuhnya sistem perdagangan internasional bisa menjangkau wilayah mana pun. Skenario terburuk bukan hanya kehancuran fisik akibat perang, tetapi keruntuhan moral dan sosial akibat disintegrasi sistem kehidupan modern.
“Yang kita bicarakan bukan tentang zona aman mutlak, tapi tentang kemungkinan bertahan dan pulih. Ketahanan sosial, keberdayaan komunitas, dan fleksibilitas politik akan menjadi penentu utama kelangsungan hidup,” tegas Dr. Strauss.