FintalkUpdate News

OJK Ungkap Kerugian Rp 4,6 Triliun Akibat Penipuan Keuangan, Belanja Online Paling Banyak Menjerat

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kerugian masyarakat akibat penipuan keuangan tembus Rp 4,8 triliun sepanjang November 2024 hingga Agustus 2025, dengan modus belanja daring paling sering dilaporkan.

Dunia digital yang kian berkembang ternyata membawa risiko besar bagi masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Indonesia Anti-Scam Center (IASC) melaporkan bahwa sepanjang November 2024 hingga Agustus 2025, total kerugian yang dialami masyarakat akibat penipuan keuangan telah mencapai Rp 4,8 triliun. Angka ini muncul dari ratusan ribu laporan yang masuk, dengan lebih dari 381 ribu rekening terlapor. Dari jumlah tersebut, sekitar 76 ribu rekening berhasil diblokir dan dana korban senilai Rp 350,3 miliar berhasil dibekukan sehingga tidak sempat berpindah ke tangan pelaku.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa data ini mencerminkan tren kejahatan finansial yang semakin kompleks. Ia menegaskan bahwa maraknya laporan penipuan menunjukkan pelaku semakin kreatif memanfaatkan media sosial, aplikasi pesan instan, hingga situs belanja palsu untuk menjebak korban. Dalam laporan yang sama, jenis penipuan paling banyak berasal dari transaksi belanja online dengan total lebih dari 44 ribu laporan. Korban biasanya tergiur harga murah di marketplace atau iklan media sosial, lalu setelah pembayaran dilakukan barang tidak pernah dikirim dan penjual langsung menghilang.

Selain belanja online, penipuan melalui telepon palsu atau fake call juga marak terjadi dengan lebih dari 24 ribu laporan. Modus ini sering menggunakan nomor yang menyerupai pihak resmi seperti bank atau lembaga pemerintah untuk menakut-nakuti korban agar menyerahkan data pribadi dan kode OTP. Begitu informasi rahasia diberikan, rekening korban bisa langsung terkuras. Penipuan lain yang banyak muncul meliputi investasi bodong yang menjanjikan keuntungan besar tanpa risiko, pinjaman online fiktif, phishing melalui tautan berbahaya, hingga lowongan kerja palsu yang meminta biaya administrasi. OJK juga menemukan modus baru di mana pelaku menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memalsukan identitas, mengedit foto, bahkan membuka rekening tanpa seizin pemilik data.

Read More  Kecelakaan Laut Masih Sering Terjadi, Ini Akar Masalah dan Solusi Pencegahannya

Friderica menegaskan bahwa pencegahan harus dilakukan sejak awal. Menurutnya, IASC akan terus meningkatkan kapasitas untuk mempercepat penanganan kasus, namun masyarakat juga dituntut lebih kritis dalam mengenali tanda-tanda penipuan. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menambahkan bahwa kepercayaan publik merupakan fondasi sistem keuangan, sehingga kolaborasi antara regulator, industri, dan masyarakat sangat penting untuk menjaga integritas layanan finansial. OJK pun meluncurkan Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal dengan menggandeng Satgas PASTI, Kominfo, BSSN, hingga penyedia layanan digital, agar pemberantasan penipuan dapat berjalan lebih efektif dan menyentuh langsung ke akar permasalahan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa maraknya penipuan digital bukan hanya soal kerugian finansial, tetapi juga menyangkut keamanan data pribadi dan kepercayaan masyarakat terhadap ekosistem keuangan digital. Dengan semakin canggihnya modus yang digunakan pelaku, kewaspadaan publik menjadi kunci utama. OJK berharap masyarakat tidak tergoda iming-iming keuntungan instan, selalu memverifikasi kebenaran informasi, serta segera melaporkan setiap aktivitas mencurigakan agar rekening pelaku bisa segera diblokir.

Back to top button