FintalkHealthcareUpdate News

Olahraga Kena Pajak di Jakarta: Futsal, Gym, hingga Padel Tak Lagi Bebas Biaya

Mulai 20 Mei 2025, berolahraga di Jakarta tak lagi sekadar soal keringat dan kalori—sebab kini, setiap gerakan juga dikenai pajak.


Suasana di salah satu lapangan futsal kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, tampak biasa saja malam itu. Sorot lampu, suara peluit, dan sepatu yang membentur bola menyatu dalam semangat kompetitif. Tapi ada satu hal yang berubah: harga sewa lapangan naik diam-diam. Tambahan 10 persen dikenakan untuk setiap jam bermain. “Katanya karena pajak hiburan. Baru tahu olahraga masuk hiburan juga,” kata Rian (27), usai bermain bersama teman-temannya.

Bukan hanya futsal. Mulai pertengahan Mei 2025, setidaknya 21 jenis olahraga di Jakarta resmi dikenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen. Pajak ini berlaku untuk berbagai kegiatan olahraga berbasis komersial: dari sewa lapangan hingga keanggotaan gym, dari booking lewat aplikasi sampai kelas yoga dan zumba.

Dalam lampiran Surat Keputusan Bapenda DKI Jakarta No. 257/2025, sejumlah jenis olahraga yang kini terkena pajak hiburan meliputi: futsal, sepak bola, mini soccer, tenis, bulu tangkis, basket, voli, tenis meja, squash, panahan, biliar, bowling, panjat tebing, ice skating, berkuda, sasana bela diri dan tinju, jetski, hingga padel—olahraga kekinian yang tengah naik daun di kalangan urban Jakarta.

Kenaikan ini menuai beragam respons dari warga. Beberapa mengaku memahami alasan fiskal di baliknya, namun tak sedikit pula yang mempertanyakan logikanya. “Kalau ini masuk hiburan, berarti nanti naik sepeda atau lari di GBK juga bakal dikenai pajak?” keluh Dita (32), seorang pegawai swasta yang rutin ikut kelas yoga tiap akhir pekan.

Read More  Kebiasaan Sehari-hari yang Tak Disadari Bisa Membuat Otak Menyusut

Pemerintah daerah menyatakan bahwa aturan ini sesuai dengan Perda No. 1 Tahun 2024 dan turunan UU HKPD 2022. Segala bentuk jasa yang bersifat rekreatif dan komersial dapat dikategorikan sebagai hiburan, termasuk olahraga yang dilakukan dengan imbalan jasa dan fasilitas. Hal ini berbeda dengan aktivitas olahraga mandiri atau fasilitas publik yang gratis.

Yang menjadi sorotan publik adalah pengecualian untuk olahraga golf. Banyak yang mempertanyakan mengapa lapangan golf tidak ikut dipajaki. Penjelasan dari Pemprov DKI menyebut bahwa golf sudah dikenai PPN pusat sebesar 11 persen, sehingga tidak termasuk objek pajak hiburan daerah. Namun tetap saja, perbedaan perlakuan ini menimbulkan polemik soal keadilan fiskal.

Meski banyak yang keberatan, pemerintah mengklaim bahwa pajak ini akan digunakan untuk memelihara fasilitas olahraga publik, membangun sarana baru, dan memperluas akses masyarakat terhadap aktivitas fisik. Namun hingga kini, transparansi penggunaan dana tersebut masih menjadi pertanyaan.

Dalam jangka panjang, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan menghambat semangat warga untuk hidup sehat. Di saat kampanye “Jakarta Bergerak” sedang digalakkan, kenaikan tarif olahraga justru bisa membuat olahraga kembali menjadi barang mahal.

Back to top button