Penyebab Polusi Udara Terbesar, Kendaraan Bermotor atau Pabrik?
Polusi udara semakin mengancam kesehatan, tetapi apa sebenarnya sumber terbesar pencemaran ini?

Jakarta kembali diselimuti udara beracun. Data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2025 menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menyumbang 42-57% dari total emisi di ibu kota, terutama saat musim kemarau. Sementara itu, industri energi berkontribusi 16%, manufaktur 10%, dan sektor perumahan 14% terhadap pencemaran udara.
Dari sisi emisi karbon monoksida (CO), kendaraan bermotor menyumbang 96,36% atau sekitar 28.317 ton per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan pembangkit listrik (1,76%) dan industri (1,25%) di Jakarta. Selain itu, sepeda motor memiliki tingkat pencemaran per penumpang yang lebih tinggi dibandingkan mobil pribadi dan kendaraan umum.
Namun, pabrik juga berkontribusi terhadap polusi udara, terutama yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi. Industri seperti pabrik semen, peleburan logam, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menghasilkan emisi yang signifikan dan turut memperburuk kualitas udara.
Di berbagai titik pemantauan kualitas udara, tingkat polutan seperti karbon monoksida (CO) dan partikel halus (PM2.5) semakin meningkat. Kendaraan bermotor tercatat sebagai penyumbang utama emisi karbon monoksida, dengan kontribusi mencapai 57% saat musim kemarau.
Menurut Rasio Ridho Sani, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, sektor transportasi masih menjadi penyebab utama buruknya kualitas udara. “Pada musim kemarau, emisi kendaraan bermotor meningkat drastis karena kurangnya hujan yang biasanya membantu membersihkan udara. Ini menunjukkan bahwa kendaraan berbahan bakar fosil masih menjadi tantangan besar bagi kualitas udara di kota-kota besar,” ujarnya.
Kontribusi Pabrik terhadap Polusi Udara
Meskipun kendaraan bermotor menjadi penyumbang utama polusi udara di kota-kota besar, industri juga memiliki dampak yang signifikan. Pabrik yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar. Industri seperti pabrik semen, peleburan logam, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menjadi kontributor utama pencemaran udara di kawasan industri.
Selain itu, limbah gas dari proses produksi di pabrik sering kali mengandung nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan partikel halus (PM10) yang dapat memperburuk kualitas udara. Polutan ini tidak hanya berdampak pada lingkungan sekitar pabrik, tetapi juga dapat terbawa angin ke wilayah perkotaan, memperburuk kondisi udara di daerah yang jauh dari sumber pencemaran.
Dampak Polusi Udara bagi Masyarakat
Polusi udara berdampak langsung pada kesehatan. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingginya kadar PM2.5 meningkatkan risiko penyakit paru-paru, kanker, dan gangguan jantung. Setiap tahunnya, lebih dari 7 juta kematian di dunia dikaitkan dengan polusi udara.
Di Indonesia, kualitas udara buruk berkontribusi terhadap lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), terutama di wilayah urban seperti Jakarta dan Surabaya. Biaya kesehatan akibat polusi udara diperkirakan mencapai triliunan rupiah, karena meningkatnya kebutuhan perawatan bagi penderita penyakit terkait polusi.
Para pakar lingkungan menekankan pentingnya transisi ke transportasi ramah lingkungan dan energi bersih. Langkah seperti peningkatan penggunaan kendaraan listrik, uji emisi yang lebih ketat, serta insentif bagi industri yang menerapkan teknologi hijau dinilai dapat mengurangi pencemaran secara signifikan.
Meski pabrik memiliki dampak besar terhadap polusi, kendaraan bermotor tetap menjadi penyumbang utama di kota besar, dengan tingkat lalu lintas tinggi. Untuk mengurangi polusi, diperlukan kebijakan yang lebih ketat terkait uji emisi kendaraan, penggunaan transportasi umum, serta regulasi industri yang lebih ramah lingkungan. Melalui peraturan ketat dan inovasi teknologi, Indonesia bisa bergerak menuju udara yang lebih bersih dan sehat.