HealthcareUpdate News

Perempuan di Garda Terdepan Pencegahan DBD

Di tengah ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terus mengintai, perempuan muncul sebagai aktor kunci dalam gerakan pencegahan yang berbasis komunitas dan keluarga.

Pagi itu di Kelurahan Ciputat Timur, suara ibu-ibu bersahutan di halaman posyandu. Mereka bukan sedang antre imunisasi, melainkan tengah bersiap melakukan fogging mandiri dan inspeksi jentik di rumah-rumah warga. Di antara mereka, Siti Maryam, 42 tahun, memegang buku catatan berisi daftar rumah yang akan dikunjungi. “Kami bukan sekadar kader, kami penjaga lingkungan,” ujarnya sambil tersenyum.

Ini menunjukkan bagaimana perempuan, terutama para ibu rumah tangga dan kader kesehatan, menjadi ujung tombak dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di tingkat akar rumput. Mereka tidak hanya menyebarkan informasi, tetapi juga mengorganisasi aksi nyata: dari edukasi 3M (menguras, menutup, dan mendaur ulang), inspeksi jentik berkala, hingga kampanye digital di grup WhatsApp RT.

DBD masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 120.000 kasus DBD sepanjang tahun 2024, dengan kerugian ekonomi yang ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah akibat biaya pengobatan, kehilangan produktivitas, dan dampak sosial lainnya. Di beberapa daerah, lonjakan kasus bahkan menyebabkan lumpuhnya layanan kesehatan sementara.

Namun, di balik statistik itu, muncul gerakan senyap yang digerakkan oleh perempuan. Mereka memanfaatkan peran strategis sebagai pengelola rumah tangga, pendidik anak, dan penggerak komunitas untuk mengubah pola hidup dan meningkatkan kesadaran lingkungan. Di Desa Sukamaju, misalnya, kelompok ibu-ibu berhasil menurunkan kasus DBD hingga 80% dalam satu tahun melalui program “Rumah Bebas Jentik” yang mereka rancang sendiri.

Pencegahan DBD tidak bisa hanya mengandalkan intervensi medis. Perubahan perilaku dan kesadaran kolektif adalah kunci. Di sinilah perempuan memainkan peran vital. Mereka mengintegrasikan edukasi kesehatan ke dalam rutinitas harian: saat memasak, saat mengantar anak sekolah, bahkan saat arisan. “Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi?” kata Nuraini, seorang guru PAUD yang juga aktif sebagai relawan kesehatan lingkungan.

Read More  Tips Berkendara Aman Saat Lalu Lintas Padat di Long Weekend

Pemerintah daerah mulai melirik pendekatan ini. Beberapa dinas kesehatan kini melibatkan komunitas perempuan dalam perencanaan program pencegahan DBD, termasuk pelatihan kader, penyediaan alat fogging, dan insentif berbasis capaian lingkungan sehat.

Ke depan, peran perempuan dalam pencegahan DBD perlu diperkuat melalui kebijakan yang inklusif dan dukungan lintas sektor. Mereka bukan hanya pelaksana, tetapi juga inovator lokal yang mampu menciptakan solusi berbasis budaya dan kebutuhan komunitas.

Di tengah ancaman yang terus mengintai, perempuan Indonesia membuktikan bahwa pencegahan DBD bukan sekadar tugas medis, tetapi gerakan sosial yang dimulai dari rumah, dipimpin oleh mereka yang paling memahami denyut kehidupan sehari-hari.

Back to top button