Riset Sigmaphi: 42,9 Persen Warga Indonesia Hidup Tidak Layak
Lembaga riset Sigmaphi mengungkap 42,9 persen penduduk Indonesia masih hidup tidak layak berdasarkan enam indikator hak dasar.

Lembaga Riset dan Data Analisis Sigmaphi merilis hasil kajian terbaru yang memotret kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Temuannya mengejutkan: sekitar 118,73 juta orang atau 42,9 persen penduduk dinyatakan hidup tidak layak. Penilaian ini mengacu pada enam indikator hak dasar, yakni kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pangan, air minum, dan tempat tinggal.
Kajian bertajuk Mengkaji Ulang Kemiskinan Berdasarkan Hak Dasar (Basic Right) ini mengungkap bahwa mayoritas warga yang hidup tidak layak menghadapi lebih dari satu persoalan sekaligus, dengan rata-rata 1,3 masalah dari enam aspek tersebut.
Direktur Eksekutif Sigmaphi Indonesia, Muhammad Islam, menjelaskan bahwa metode ini dapat menjadi alternatif di tengah perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia dan BPS. Menurutnya, pengukuran berbasis hak dasar juga bisa menjadi tolok ukur sejauh mana negara hadir untuk memenuhi amanat konstitusi dalam menjamin hak warga negara.
“Menjelang 80 tahun kemerdekaan, kita masih dihadapkan pada kenyataan bahwa hampir setengah penduduk belum terpenuhi hak dasarnya,” ujar Muhammad Islam. Ia merinci, dari total enam indikator, sebanyak 91 juta orang tidak terpenuhi satu hak dasar, 25,2 juta tidak terpenuhi dua hak dasar, 2,3 juta tidak terpenuhi tiga hak dasar, dan bahkan lebih dari 2.800 orang tidak terpenuhi lima hak dasarnya.
Menurutnya, kata layak harus ditekankan, sebab tujuan pembangunan bukan sekadar memastikan masyarakat bisa bertahan hidup, tetapi benar-benar hidup sejahtera. “Bukan hanya ada, tetapi layak,” tegasnya.
Meski demikian, Sigmaphi mencatat adanya tren perbaikan. Jumlah penduduk yang hidup tidak layak menurun dari 133,8 juta orang (50,63 persen) pada 2018 menjadi 118,7 juta orang (42,9 persen) pada 2023.
Muhammad Islam menilai, penggunaan ukuran berbasis hak dasar dapat membantu pemerintah merancang program yang lebih tepat sasaran, memberikan dampak peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan, dan menempatkan rakyat sebagai pemegang hak, bukan sekadar penerima bantuan.
Sigmaphi berharap, hasil riset ini dapat menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan untuk menyusun strategi yang lebih memuliakan rakyat dan memastikan hak dasar setiap warga terpenuhi secara merata di seluruh wilayah Indonesia.