HealthcareUpdate News

Satu dari Tiga Anak Kurang Bugar, Fakta dari Program Cek Kesehatan di Sekolah Rakyat

Hasil pemeriksaan kesehatan gratis yang dilakukan di Sekolah Rakyat menunjukkan 33% anak mengalami kondisi kurang bugar, memicu keprihatinan para pendidik dan pakar kesehatan.

Pagi itu halaman Sekolah Rakyat di bilangan Serpong, Tangerang Selatan, tampak lebih ramai dari biasanya. Di bawah tenda putih sederhana, puluhan siswa berbaris rapi menunggu giliran dicek kesehatannya. Mulai dari pemeriksaan tekanan darah, pengukuran tinggi dan berat badan, hingga uji kebugaran jasmani.

Program bertajuk “Cek Sehat, Anak Hebat” ini merupakan inisiatif kolaboratif antara Sekolah Rakyat, Dinas Kesehatan Kota Tangsel, dan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Tak hanya menyasar fisik, program ini juga mengedukasi siswa soal pentingnya kebugaran dan gaya hidup sehat sejak dini.

Namun, dari kegiatan yang berlangsung selama tiga hari itu, ditemukan fakta yang cukup mengejutkan: 33% dari total siswa yang diperiksa dinyatakan kurang bugar berdasarkan standar kebugaran anak usia sekolah.

“Ini bukan sekadar soal angka, tapi gambaran bahwa kita harus lebih serius memperhatikan gaya hidup anak-anak kita,” ujar Yudhie Nugraha, dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ sekaligus salah satu inisiator program. Ia menambahkan bahwa kekurangan aktivitas fisik dan konsumsi makanan tinggi gula dan lemak menjadi penyebab utama menurunnya tingkat kebugaran siswa.

Kurang Bergerak, Banyak Gawai

Temuan tersebut tidak datang tanpa latar belakang. Kepala Sekolah Rakyat, Ibu Nining Sri Wahyuni, mengungkap bahwa kebiasaan anak-anak saat ini lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawai ketimbang bergerak.

“Setelah pandemi, aktivitas luar ruang anak-anak semakin berkurang. Waktu istirahat di sekolah pun sering digunakan untuk main HP. Program ini jadi cermin penting untuk orang tua dan sekolah,” jelasnya.

Read More  Masa Depan Mobil Otonom, Antara Teknologi Canggih dan Tantangan Regulasi

Yudhie mengungkapkan, dari hasil uji kebugaran sederhana—seperti lari shuttle run, sit-up, dan tes loncat tegak—sebagian besar anak-anak cepat lelah atau tidak mencapai target minimal yang diharapkan untuk usianya. “Padahal ini sangat berdampak ke konsentrasi belajar, daya tahan tubuh, bahkan suasana hati mereka,” tambahnya.

Butuh Gizi dan Gerak Seimbang

Salah satu orang tua siswa, Rita Marlina, menyambut baik adanya program ini. Ia mengaku terkejut ketika tahu anaknya termasuk yang dinyatakan kurang bugar. “Selama ini saya pikir cukup karena anak makan tiga kali sehari. Tapi ternyata aktivitas fisiknya sangat kurang,” ujarnya.

Menurut Tan Shot Yen, dokter dan pakar nutrisi masyarakat yang sering mengedukasi soal kesehatan anak, kebugaran bukan cuma soal kurus atau gemuk. “Anak bisa terlihat sehat, tapi kalau daya tahan tubuhnya rendah dan ototnya lemah, itu tetap tergolong tidak bugar,” katanya saat dihubungi terpisah.

Ia menambahkan bahwa penting bagi sekolah dan keluarga membentuk pola makan seimbang, memperbanyak sayur, protein, serta mengurangi jajanan tinggi gula dan ultra-proses. “Jangan lupakan tidur cukup dan aktivitas fisik minimal 60 menit sehari,” tegasnya.

Setelah temuan ini, pihak sekolah berencana membuat kelas kebugaran setiap pagi selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Selain itu, kantin sekolah akan diajak bekerja sama untuk menyediakan camilan sehat.

“Kalau kita mau masa depan anak-anak ini cerah, kebugaran tidak boleh jadi nomor dua,” tegas Ibu Nining.

Program ini rencananya akan digelar rutin setiap enam bulan sekali dan dikembangkan ke sekolah-sekolah komunitas lain di wilayah Jabodetabek.

Back to top button