Setelah Ada BPJS Kesehatan, Masih Perlukah Asuransi Kesehatan Tambahan?
Meski BPJS Kesehatan telah menjangkau lebih dari 90% penduduk Indonesia, banyak ahli menyebut asuransi kesehatan swasta tetap dibutuhkan sebagai pelengkap perlindungan finansial. Keterbatasan layanan dan antrean menjadi alasan masyarakat mempertimbangkan asuransi tambahan.

Sejak peluncurannya pada 2014, BPJS Kesehatan telah menjadi sistem jaminan sosial utama di Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga Maret 2025, jumlah peserta BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 263 juta jiwa, atau sekitar 94,6% dari total populasi Indonesia.
Namun, di tengah cakupan luas ini, muncul pertanyaan di Masyarakat, masih perlukah memiliki asuransi kesehatan tambahan?
Menurut Ahmad Rizal, Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asuransi kesehatan swasta memiliki fungsi berbeda dibanding BPJS. “BPJS memberikan jaminan dasar. Tapi untuk layanan cepat, rumah sakit kelas atas, atau pengobatan di luar negeri, asuransi swasta bisa memberikan perlindungan lebih,” jelas Rizal dalam sebuah diskusi publik di Jakarta (Mei 2025).
Selain masalah kecepatan layanan, faktor antrean panjang, terbatasnya fasilitas kelas atas, serta rujukan berjenjang membuat sebagian masyarakat tetap memilih memiliki asuransi swasta sebagai pelengkap. Hal ini diamini dr. Eka Nugraha, pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia. “Pasien dengan kebutuhan khusus seperti tindakan medis cepat atau non-rujukan sering kali merasa lebih nyaman dengan proteksi ganda,” katanya.
Di sisi lain, laporan Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa pengeluaran kesehatan rumah tangga di luar BPJS masih tinggi. Dalam survei tahun 2024, tercatat bahwa 24% pasien peserta BPJS masih mengeluarkan biaya tambahan, terutama untuk layanan rawat inap kelas 1 atau VIP, serta obat-obatan yang tidak ditanggung penuh.
Data OJK menyebutkan bahwa pada kuartal pertama 2025, jumlah peserta asuransi kesehatan swasta mencapai 19,2 juta, meningkat 6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Mayoritas pesertanya adalah pekerja swasta dan profesional muda di perkotaan yang menginginkan akses cepat dan layanan premium.
Namun, pemerintah menegaskan bahwa BPJS tetap menjadi pondasi utama sistem kesehatan nasional. “Kami terus memperbaiki kualitas layanan, mempercepat sistem rujukan, dan memperluas cakupan obat yang dijamin,” ujar Ghufron Mukti, Direktur Utama BPJS Kesehatan. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat bebas menambah asuransi jika merasa perlu, selama tetap terdaftar sebagai peserta JKN.
Jadi, meskipun BPJS Kesehatan memberikan perlindungan dasar yang luas dan bersifat wajib, asuransi kesehatan tambahan masih relevan, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan fleksibilitas layanan, akses cepat, dan jaminan kesehatan yang lebih menyeluruh.