Studi Ungkap Junk Food Dapat Ubah Struktur Otak dan Risiko Gangguan Kognitif Meningkat
Penelitian terkini menunjukkan bahwa konsumsi junk food dalam waktu singkat bisa mengganggu pusat memori otak dan berpotensi mempercepat penurunan fungsi kognitif.
Peneliti dari University of North Carolina (UNC) menemukan bahwa konsumsi tinggi lemak dan gula dalam diet dapat mengaktifkan sel khusus di hippocampus, yang kemudian mengganggu cara otak memproses memori. Dalam studi yang dipublikasikan di Neuron, tim peneliti menjelaskan bahwa neuron CCK interneuron menjadi hiperaktif akibat gangguan metabolisme glukosa, dan aktivitas ini memicu disfungsi ingatan dalam hitungan hari.
Penelitian lain yang mendukung datang dari model hewan: tikus yang diberikan diet junk food menunjukkan penurunan kemampuan memori yang berhubungan dengan rendahnya kadar kolinergik (neurotransmiter acetylcholine). Masalah ini tidak sepenuhnya pulih meskipun diet diperbaiki kemudian.
Beberapa kajian epidemiologis juga menunjukkan hubungan antara konsumsi makanan ultra-proses dan terjadinya penurunan fungsi kognitif pada manusia. Misalnya, studi kohort Brazil melaporkan bahwa orang yang mengonsumsi makanan ultra-proses dalam persentase besar dari asupan energi hariannya mengalami penurunan fungsi kognitif secara lebih cepat dibandingkan mereka yang asupannya lebih sedikit.
Menurut sebuah artikel dari Harvard Health, dalam jangka delapan tahun orang yang mengonsumsi junk food paling banyak mengalami percepatan penurunan fungsi kognitif hingga sekitar 28 % dibandingkan kelompok konsumsi rendah.
Untuk perspektif lokal, Prof. Sri Raharjo, Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, pernah menjadi narasumber dalam webinar âControversies Around Ultra Processed Foods: Facts or Myths?â dimana ia membahas tantangan regulasi dan pengaruh makanan ultra-proses terhadap kesehatan masyarakat.
Dalam webinar tersebut, Prof. Sri menekankan bahwa makanan ultra-proses seperti snack kemasan, minuman manis, dan fast food umumnya rendah mikronutrien dan kaya gula, garam, serta lemak jenuh. Ia menyebut bahwa pola konsumsi seperti ini berpotensi menimbulkan stres oksidatif dan peradangan sistemik, yang kemudian berdampak negatif pada jaringan otak.
Para ahli gizi pun mengingatkan bahwa nutrisi yang baik sangat penting untuk kesehatan otak. Nutrisi seperti asam lemak omega-3, vitamin B (terutama B6, B12, folat), antioksidan, dan serat dianggap mendukung plasticity otak dan kemampuan kognitif. Diet tinggi gula dan lemak jenuh yang menjadi ciri junk food justru bisa menghambat proses tersebut melalui mekanisme inflamasi dan gangguan metabolik.
Dengan begitu, bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa kerusakan akibat konsumsi junk food tidak hanya pada tubuh, tetapi juga pada otak. Jika pola makan buruk dibiarkan berlanjut, risiko gangguan memori dan penyakit neurodegeneratif bisa meningkat di kemudian hari.





