Safe and SecureUpdate News

Tiga Kecelakaan Kapal dalam Dua Pekan, Harus Segera Berbenah

Rentetan kecelakaan kapal dalam dua pekan terakhir di Indonesia mengungkap persoalan keselamatan laut yang belum kunjung tuntas. Perlu perbaikan menyeluruh agar tragedi tak terus terulang.

Rentetan kecelakaan laut kembali mengguncang Indonesia. Dalam dua pekan terakhir, tiga insiden besar terjadi di perairan berbeda, meninggalkan korban jiwa dan kerugian besar baik dari sisi ekonomi maupun sosial.

Tragedi pertama terjadi di Selat Bali pada 2 Juli 2025. KMP Tunu Pratama Jaya yang mengangkut penumpang dan kendaraan dari Ketapang ke Gilimanuk tenggelam setelah bocor di bagian lambung kapal. Sebanyak 19 orang meninggal dunia, 30 berhasil selamat, dan sisanya masih dalam pencarian oleh tim SAR gabungan.

Peristiwa berikutnya terjadi di perairan Mentawai, Sumatera Barat, pada 14 Juli 2025. Sebuah speedboat yang membawa 18 penumpang, termasuk anak-anak dan pejabat daerah, dihantam gelombang tinggi hingga terbalik. Para penumpang sempat terombang-ambing di laut sebelum akhirnya diselamatkan oleh nelayan lokal dan tim Basarnas. Meski tidak ada korban jiwa, peristiwa ini kembali menunjukkan betapa rentannya transportasi air di Indonesia terhadap cuaca ekstrem.

Tragedi terbaru terjadi pada 20 Juli 2025 ketika KM Barcelona V terbakar di perairan Talise, Sulawesi Utara. Kapal tersebut sedang berlayar dari Melonguane menuju Manado dengan membawa lebih dari 570 penumpang. Api berkobar di ruang mesin dan menyebar dengan cepat. Tiga orang meninggal dunia dan dua lainnya hilang dalam insiden ini, sementara ratusan penumpang lainnya berhasil dievakuasi.

Direktur Kesiapsiagaan Basarnas, Agus Haryono, mengatakan bahwa kecelakaan laut berulang karena persoalan klasik yang tak kunjung selesai. Kelaikan kapal masih sering diabaikan, cuaca ekstrem tak diantisipasi dengan baik, dan pengawasan lapangan dari syahbandar masih longgar. Agus menegaskan bahwa keselamatan di laut bukan sekadar soal ada atau tidaknya pelampung, tapi soal komitmen menjalankan prosedur dengan disiplin.

Read More  Jakarta Akan Terapkan Car Free Night, Solusi Ramah Lingkungan atau Pemicu Kemacetan?

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Harya S. Dillon, juga menyatakan keprihatinannya atas fasilitas keselamatan yang minim di banyak kapal penumpang. Di beberapa kasus, jumlah life jacket tidak memadai, alat pemadam kebakaran kadaluarsa, bahkan sekoci seringkali tidak berfungsi dengan baik. Ia mengingatkan bahwa keselamatan seharusnya menjadi prioritas, bukan sekadar formalitas.

Pakar transportasi laut dari ITS Surabaya, Prof. Dr. Saut Gurning, menyebut bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan tak bisa lepas dari transportasi laut, namun ironi keselamatan masih terus menghantui. Menurutnya, pemerintah harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap armada kapal yang beroperasi, terutama kapal-kapal tua yang rawan celaka. Peningkatan kompetensi awak kapal juga mutlak dilakukan agar semua pihak di dalam kapal benar-benar paham bagaimana menghadapi situasi darurat. Selain itu, investasi pada teknologi navigasi dan peringatan dini menjadi kebutuhan mendesak agar kapal tidak memaksakan berlayar saat kondisi laut berbahaya.

Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau yang sebagian besar terhubung dengan transportasi laut. Kebutuhan akan kapal tidak akan pernah berkurang, tetapi keselamatan harus menjadi prioritas utama. Setiap kecelakaan laut bukan hanya tentang angka korban, melainkan tentang kepercayaan publik terhadap sistem transportasi air yang semakin dipertaruhkan.

Jika pemerintah dan operator pelayaran tidak segera berbenah, tragedi serupa akan terus berulang dan membawa luka yang sama di perairan Nusantara. Sudah saatnya keselamatan menjadi budaya, bukan sekadar slogan.

Back to top button