Wabah Chikungunya Merebak di China dan Singapura, Indonesia Diminta Siaga
Kasus chikungunya meningkat di China dan Singapura, memunculkan kekhawatiran akan penyebarannya hingga ke Indonesia.
Gelombang wabah virus Chikungunya kini mengguncang kawasan Asia. Di Provinsi Guangdongâkota Foshan khususnyaâChina melaporkan lonjakan kasus signifikan. Hingga akhir Juli tercatat sebanyak 4.824 kasus, meningkat drastis menjadi 7.716 kasus pada periode akhir Juli hingga awal Agustus. Di Singapura, kasus juga meningkat tajam menjadi 17 kasus hingga 2 Agustus, lebih dari dua kali lipat angka yang sama tahun lalu.
Chikungunya disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, dengan gejala khas seperti demam tinggi, nyeri sendi parah, sakit kepala, ruam kulit, serta kelelahan. Meski jarang mematikan, gejalanya bisa berlangsung dalam jangka panjang dan cukup melemahkan.
Menanggapi situasi ini, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menyampaikan bahwa pemerintah belum mengeluarkan travel warning atau peringatan perjalanan ke China meski wabah sedang berlangsung. âBelum ada travel warning dari pemerintah,â ujarnya, namun ia mengimbau masyarakat yang akan bepergian untuk tetap memantau perkembangan dan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku di destinasi tujuan.
Meskipun penularan Chikungunya tidak secepat COVID-19 karena bersifat vektor-transmisi (melalui nyamuk, bukan antar-manusia), wilayah tropis seperti Indonesia memiliki potensi risiko tinggi. Terlebih dengan arus pelancong lintas negara yang tidak terbendung.
Untuk mencegah penyebaran lokal, pemerintah didorong untuk memperkuat sistem pengawasan di pintu masuk internasional seperti bandara dan pelabuhan, serta meningkatkan edukasi publik mengenai pengendalian vektor. Langkah sederhana seperti 3M Plus (menguras, menutup, mengubur, dan ditambah penggunaan larvasida/insektisida) tetap menjadi fondasi utama.
Wabah Chikungunya saat ini bukan hanya soal angka di layarâia mengingatkan bahwa dalam era mobilitas global, ancaman penyakit menular lintas negara bisa tiba tanpa ketukan pintu. Kewaspadaan sejak dini dan kolaborasi lintas sektor akan menjadi garis penentu agar tidak terjadi krisis kesehatan rakyat skala luas.





