FintalkUpdate News

Warga Bekasi Keluarkan Biaya Transportasi Tertinggi di Indonesia

Bekasi menempati peringkat pertama sebagai kota dengan ongkos transportasi paling mahal di Indonesia, melampaui Jakarta dan Surabaya.

Bagi sebagian warga Bekasi yang setiap hari bepergian ke Jakarta untuk bekerja, ongkos transportasi bisa menjadi beban berat. Tak tanggung-tanggung, menurut data terbaru Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Pusat Statistik (BPS), pengeluaran rata-rata transportasi warga Bekasi tembus hingga Rp1.918.142 per bulan—tertinggi di seluruh Indonesia.

Data ini dirilis Kemenhub dalam laporan terbaru bertajuk “Statistik Transportasi dan Mobilitas” 2025. Dalam laporan itu disebutkan bahwa biaya transportasi menyedot 14,02% dari total pengeluaran bulanan warga Bekasi.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, tingginya ongkos tersebut terjadi karena mayoritas warga Bekasi bekerja di Jakarta, sementara integrasi transportasi umum belum sepenuhnya efisien. Banyak dari mereka harus berganti moda berkali-kali: dari angkot ke bus, lanjut ke KRL, lalu disambung ojek online menuju tempat kerja.

“Orang Bekasi itu bisa keluar uang dua juta sebulan hanya untuk transportasi. Kalau digabung dengan biaya lain seperti makan siang dan jajan, bisa sampai tiga juta. Ini menjadi beban berat untuk kelompok menengah ke bawah,” ujar Risal.

Pernyataan ini mengundang perhatian banyak pihak, termasuk Darmaningtyas, pengamat kebijakan transportasi dari Institut Studi Transportasi (INSTRAN). Ia menilai bahwa tingginya ongkos disebabkan belum meratanya ketersediaan transportasi massal yang nyaman, cepat, dan murah.

“Bekasi masih mengandalkan KRL sebagai tulang punggung, tapi belum terintegrasi sepenuhnya dengan transportasi lokal seperti angkot dan bus feeder. Akibatnya, warga harus bayar berlipat karena harus naik-turun moda,” jelas Darmaningtyas.

Read More  Mitsubishi Fuso Rayakan 55 Tahun di Indonesia Bersama Komunitas Canter

Ia menambahkan, untuk menekan biaya transportasi, integrasi sistem tiket dan sinkronisasi rute antarmoda harus segera diperluas di kawasan penyangga seperti Bekasi. “Konsep transportasi terintegrasi itu bukan cuma soal rute dan waktu, tapi juga soal tarif. Satu tiket untuk beberapa moda itu solusi nyata,” tegasnya.

Darmaningtyas menambahkan, tingginya ketergantungan pada moda transportasi campuran menjadi penyebab melonjaknya pengeluaran. Meski tarif KRL masih tergolong murah, biaya tambahan seperti parkir, ojek, dan transportasi lanjutan membuat totalnya membengkak.

Contohnya, seorang warga Bekasi yang bekerja di Sudirman mungkin harus menggunakan ojek online dari rumah ke stasiun (Rp15.000–Rp25.000), lalu naik KRL (Rp4.000), dan lanjut lagi naik MRT atau TransJakarta. Jika dikalikan pulang-pergi selama 22 hari kerja, total biaya bisa lebih dari Rp2 juta per bulan.

Selain Bekasi, kota lain yang tercatat memiliki ongkos transportasi tinggi adalah Depok (Rp1,89 juta/bulan), Jakarta (Rp1,59 juta), dan Surabaya (Rp1,62 juta).

Pemerintah pusat bersama Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sebenarnya telah menyiapkan rencana besar untuk mewujudkan sistem transportasi terintegrasi di wilayah Jabodetabek, termasuk Bekasi. Namun hingga kini, penerapannya masih parsial dan belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Darmaningtyas juga mengingatkan pentingnya mengatur ulang perizinan angkutan umum berbasis trayek yang tumpang tindih. “Banyak operator jalan sendiri-sendiri. Harus ada perencanaan berbasis kebutuhan dan pola perjalanan warga agar angkutan umum bisa lebih efisien,” katanya.

Tingginya biaya transportasi tidak hanya berdampak pada pengeluaran rumah tangga, tapi juga kualitas hidup masyarakat. Banyak pekerja yang harus berangkat subuh dan pulang malam karena jarak dan durasi perjalanan yang panjang.

Pemerintah daerah, menurut Darmaningtyas, perlu lebih aktif dalam mendorong inovasi transportasi berbasis komunitas, seperti shuttle feeder RT/RW atau bus mini integrasi, agar masyarakat kelas pekerja bisa mengakses moda transportasi yang lebih murah dan fleksibel.

Read More  Solusi Cerdas Wariskan Kekayaan dengan Aman dan Terencana

Sampai integrasi sistem benar-benar berjalan dan tarif terjangkau diberlakukan, warga Bekasi masih harus berjibaku dengan beban ongkos harian yang tinggi — pengingat bahwa infrastruktur mobilitas bukan hanya soal beton dan rel, tapi juga keadilan akses.

Back to top button