HealthcareSafe and SecureUpdate News

Waspada Beras Oplosan, Cegah Kerugian dan Bahaya Kesehatan Sejak di Dapur

Kasus beras oplosan yang merugikan negara hingga Rp10 triliun menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk lebih cermat mengenali kualitas beras agar tidak tertipu.

Di tengah lonjakan harga bahan pokok, masyarakat Indonesia kembali dihadapkan pada ancaman serius: peredaran beras oplosan. Praktik curang ini bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga berisiko membahayakan kesehatan. Data terbaru dari Satgas Pangan dan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen mencatat kerugian negara akibat beras oplosan bisa mencapai Rp10 triliun. Temuan ini menegaskan pentingnya kewaspadaan konsumen, terutama dalam memilih dan mengonsumsi bahan pangan harian seperti beras.

Beras oplosan biasanya diproduksi dengan mencampurkan beras kualitas tinggi dengan beras rusak, lama, bahkan yang telah diputihkan ulang menggunakan bahan kimia. Hasilnya tampak putih bersih dan menarik, namun sebenarnya berpotensi merugikan dari berbagai sisi. Masyarakat perlu lebih jeli membedakan mana beras berkualitas dan mana yang patut dicurigai.

Menurut Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, ciri-ciri beras oplosan bisa dikenali secara kasat mata dan tidak selalu membutuhkan alat canggih. Warna beras yang terlalu putih dan mengilap bisa menjadi pertanda awal. Selain itu, aroma yang menyengat, tekstur nasi yang cepat basi, serta perilaku beras saat dimasak juga bisa menjadi indikator. Dalam beberapa kasus, beras oplosan bahkan mengandung bahan kimia yang seharusnya tidak digunakan dalam produk konsumsi.

Sementara itu, di rumah tangga, pengamatan sederhana bisa menjadi langkah awal pencegahan. Misalnya, jika beras direndam dalam air dan banyak butirnya mengapung, atau jika air rendaman berubah keruh, maka perlu diwaspadai. Ada pula kasus beras yang ketika dibakar justru meleleh atau mengeluarkan bau plastik—tanda kuat adanya bahan sintetis.

Read More  Bitcoin Tembus Rp1,77 Miliar di Awal Juli, Bayang-Bayang Tarif AS Masih Menghantui

Ratna Sari Dewi, Direktur Pengawasan Barang Beredar Kementerian Perdagangan, menegaskan pentingnya edukasi konsumen. Ia mengimbau masyarakat untuk membeli beras dari sumber resmi, kemasan berlabel, atau langsung dari produsen yang tepercaya. Konsumen juga didorong untuk aktif melaporkan jika menemukan beras dengan kualitas mencurigakan.

“Jangan tergiur harga murah. Konsumen berhak mendapatkan pangan yang aman, dan perlindungan dimulai dari kesadaran individu. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri,” ujar Ratna.

Upaya pemberantasan beras oplosan bukan semata soal penindakan hukum. Ini adalah persoalan literasi, kesadaran kolektif, dan tanggung jawab bersama. Masyarakat memiliki peran penting untuk tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga turut serta menjaga rantai pasok pangan nasional tetap sehat dan adil.

Back to top button