Waspada! Masyarakat Indonesia Rugi Rp 3,2 Triliun Akibat Penipuan Jasa Keuangan
Rendahnya literasi keuangan dan maraknya modus digital membuat masyarakat Indonesia rentan tertipu layanan keuangan ilegal.

Tahun 2025 menjadi peringatan serius bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi maraknya penipuan jasa keuangan. Berdasarkan laporan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total kerugian akibat penipuan di sektor ini telah menembus angka Rp 3,2 triliun, dengan lebih dari 153.000 laporan yang diterima oleh Indonesia Anti-Scam Center (IASC).
Ketua Sekretariat Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal OJK, Hudiyanto, menyebut bahwa Indonesia saat ini berada dalam kondisi “sangat bahaya” terkait penipuan siber. Rata-rata, IASC menerima 718 laporan per hari, jumlah yang jauh melampaui negara lain.
Ia juga menambahkan bahwa hingga kini, lebih dari 54.000 rekening telah diblokir karena terindikasi terlibat dalam penipuan jasa keuangan. “Kita harus waspada, tidak sembarang nge-klik kalau ada SMS, email, atau WhatsApp mencurigakan. Karena inilah pintu masuk para penipu mendapatkan data-data dari pemilik rekening,” tegasnya.
Rendahnya literasi keuangan dan digital menjadi akar masalah. Banyak masyarakat belum memahami cara kerja produk keuangan, termasuk risiko investasi dan legalitas penyedia layanan. Modus penipuan pun makin canggih—mulai dari situs palsu, aplikasi pinjaman ilegal, hingga impersonasi institusi resmi.
Selain itu, pengaruh sosial seperti rekomendasi dari kerabat atau influencer, serta rasa takut ketinggalan peluang (FOMO), membuat masyarakat sering mengambil keputusan tanpa verifikasi.
Literasi keuangan yang masih rendah
Banyak masyarakat belum memahami cara kerja produk keuangan, termasuk risiko investasi dan legalitas penyedia layanan. Hal ini membuat mereka mudah tergiur oleh janji imbal hasil tinggi tanpa memahami konsekuensinya.
Modus penipuan makin canggih
Pelaku kejahatan kini memanfaatkan teknologi seperti SMS palsu, situs tiruan, hingga aplikasi pinjaman ilegal. Bahkan, beberapa kasus melibatkan jaringan internasional yang menyamar sebagai institusi resmi.
Kurangnya verifikasi informasi
Masih banyak masyarakat yang tidak mengecek legalitas entitas keuangan melalui situs resmi OJK atau Satgas Waspada Investasi. Padahal, langkah sederhana ini bisa mencegah kerugian besar.
Pengaruh sosial dan FOMO
Penipuan sering kali menyebar melalui media sosial atau rekomendasi dari orang terdekat. Rasa takut ketinggalan peluang (FOMO) membuat banyak orang tergesa-gesa mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.
OJK memang telah memblokir lebih dari 54.000 rekening yang terindikasi terlibat dalam penipuan keuangan. Namun, upaya ini belum cukup tanpa partisipasi aktif masyarakat. Edukasi literasi keuangan, peningkatan kewaspadaan digital, dan pelaporan cepat menjadi kunci utama pencegahan.
Ke depan, OJK bersama lembaga terkait akan memperkuat sistem pelaporan dan memperluas kampanye edukasi keuangan digital. Masyarakat juga diimbau untuk tidak sembarangan mengklik tautan dari SMS, email, atau WhatsApp yang mencurigakan.